Nama : Kalius
Kelas : 4E
Mata
Kuliah : Menulis Lanjut
Tugas : Auto Biogrfafi
Dari
Desa Berbakal Cita-cita
Mentawai, Tanah Kelahiran
Saya dilahirkan di Mentawai, sebuah desa
malancan kecamatan siberut utara, tanggal 28 Maret 1988. Ayah saya bernama
Mateus ( Alm ) dan ibu saya Arianna Murni. Kedua orang tua saya bekerja sebagai
petani kelapa demi kelangsungan hidup kami sekeluarga dan memenuhi kebutuhan.
Saya adalah anak ke lima dari tujuh
bersaudara secara berurutan: Eti Natalia, Helentina, Kornalius, Joni, Kalius,
Carlis Nandito, Helperia Hastrid Debora. Dari ketujuh bersaudara empat di
antaranya sudah berkeluarga. Etina Natalia menikah dengan Charles ( Batak
),Helen Tina menikah dengan Paluas (Nias ) dan dikaruniakan dua orang anak Rido
dan Anisa, Kornalius menikah dengan Sri ( Jawa ) dan dikaruniakan satu anak
perempuan yang diberi nama Helpiana Saskia, Joni menikah dengan Nurianti (
Mentawai ) yang baru menikah tahun yang lalu, tanggal 4 Desember 2011.
Saya lahir di tengah keluarga yang
sederhana, dahulu kata kakak-kakak saya kami dahulu seorang pedangang, dan kami
sangat sukses semua itu hanya berjalan beberapa tahun saja, apalagi ayah saya
hanya lulusan SD yang kurang tahu bagaimana cara memutarkan bailkkan modal agar
bertahan lama. Belum lagi persoalan persaingan yang semakin kuat, sehingga
usaha ayah saya jatuh bangkrut, dan kami
harus memulai hidup mulai dari bawah, ibu saya yang dahulu yang kerjaannya
hanya berdagang, sekarang harus membanting tulang dengan bekerja di ladang.
Mentawai adalah kabupaten yang baru
disumatera barat, yang mana dahulu kabupaten ini bergabung dengan kabupaten
padang pariaman, setelah ada peraturan perintah tentang pemekaran wilayah, maka
diadakanlah sosialisasi pemerintahan setempat untuk membentuk kabupaten yang
baru yang di tetapkan mentawai sebagai kabupaten yang baru, yang tepatnya di
daerah sipora desa tuapejat. Maka setelah ada keputusan yang dikeluarkan oleh
Mendagri maka diadakan pemilihan bupati pertama kali dikabupaten ini, yang mana
yang terpilih pasangan Edison Saleleubaja dengan Aztarmizi. Penghasilan yang
terbesar dikabupaten ini adalah hasil pertanian dan nelayan. Penduduk mentawai
50% bekerja sebegai petani, 30% bekerja sebagai nelayan, 10% pegawai dan 10%
wirausaha.
Kabupaten kepulauan mentawai
terkenal dengan, wisata yang baik dimata dunia sehingga banyak kalangan turis
yang datang dari berbagai belahan dunia untuk bermain slancar dimentawai.
Wisata yang sampai saat ini membuat kabupaten ini memperoleh pendapatan yang
lumayan besar, ditambah lagi perusaha kayu yang sejak dahulu sudah ada dimentawai,
sehingga menambah pendapatan kabupaten ini. Penghasilan kabupaten dari sektor
pertanian yang sangat berpotensi dari kelapa, dari zaman dahulu penduduk ini,
sangat membudi dayakan tanaman kelapa bagi setiap penduduk mentawai, sehingga
tak jarang bila kita melihat dari kelajuhan pulau mentawai dikelilingi oleh
pohon kelapa dipinggiran pantai. Di tambah lagi APBD mentawai yang besar,
sangat menunjang pembangunan di mentawai.
Sikap
Disiplin Dari Diri Saya
Kedua
orang tua saya, selalu memberikan nasehat kepada kami semua agar slalu
menanamkan sifat disiplin, dan tidak bergantung pada orang lain, dituntut
mandiri. Ayah saya yang selalu memberikan motivasi kepada kami teruma kepada
anak laki-laki agar selalu bekerja keras, karena laki-laki itu adalah tulang
punggung kelaurga, dan selalu memberikan contoh terbaik kepada kami. Sosok ayah
kami adalah pekerja keras, beliau pergi kebun pukul 05.00 subuh dan pulang
pukul 18.00 malam, melihat seperti itu, kami sebagai anak sangat kagum melihat
sosok orang tua yang pekerja keras.
Ayah saya hanya lulusan sekolah
dasar, dan beliau lebih sering pergi merantau ke daerah lain, sehingga tak
jarang banyak orang yang mengenal beliau. Dimasa hidupnya dia sosok yang tegas,
bagi adek-adeknya dan selalu ingin berbagi dengan orang lain tampa membedakan
ras, warna kulit dan agama.
Saya menamatkan pendidikan sekolah
dasar di SDN 06 Malancan tahun 2003, dengan perjuangan yang tidak ternilai hargarnya
saya lakukan, demi mendapat ijazah dua lembar. Bentuk perjuangan yang saya
lakukan untuk memperoleh ijazah dua lembar sangat besar, mulai dengan tinggal
dikebun dengan orang tua, dengan jarak tempu 80 km dari desa saya. Untuk
memndapatkan ilmu saya harus bekerja ektra kuat, dengan bangun pagi dan naik
sampan, dengan kedua abang saya, dingin, panas, badai kami tempu bersama-sama
demi mendapatkan segumpal ilmu pengetahuan. Karena tidak kuat menampung beban itu,
maka saya memutuskan tidak sekolah, dan memiliki tinggal dikebun dengan orang
tua saya. Selama dua tahun saya tidak sekolah, rasa jenuh dan bosanpun tiba,
melihat kondisi saya seperti itu maka orang tua saya memutuskan untuk pindah
kekampung dan menetap disana agar saya bisa sekolah. Maka melihat teman-teman
saya, yang slalu bangun pagi dan berangkat sekolah bersama teman-teman yang
lain maka saya memintak kepada orang tua saya agar sekolah lagi. Enam tahun
lamanya saya bergelut dengan buku, menuntut ilmu di SD N 06 malancan.
Semasa saya sekolah di SD, saya
memiliki seorang guru yang sangat cantik. Saya sangat kagum dengan ibuk itu,
nama guru saya Sri Astuti, dia itu campuran
mentawai dengan jawa, kami berdua sangat
kompak, kebiasaan kami berdua, sesudah kegiatan sekolah selesai kami pergi
kekebun milik bapaknya yang tak lain beliau juga guru di sekolah saya. Guru
saya itu, sangat perhatian dengan saya, dan
kami juga sama-sama mengambil air di sungai, saya juga di ajarkan
menari, jadi setiap ada perayaan natal saya dan teman-teman yang lain menari
atas nama perwakilan sekolah. Hal yang
paling saya ingat dalam menari adalah saat kami menari berpasang-pasangan,
kakak-kakak saya sangat tertawa waktu kami menampilkan tarian itu, dan saya sangat di ledekin dengan kakak saya, dan
ibu saya selalu memberikan saya semacam motivasi.
Waktu saya kecil, saya sangat
menggemari yang namanya olaraga, teruma tenis meja dan bola voli. Olaraga itu
menjadi favorit saya, sangging cintanya saya terhadap olaraga itu saya slalu
giat belajar dengan guru sekolah saya, yang sekaligus paman saya untuk
mengajari saya bermain tenis meja dan bola voli. Kecintaan saya terhadap, saya
tunjukkan dengan mengikuti perlombaan antar sekolah tepatnya waktu itu hari
anak nasional, dimana sekecamatan siberut utara mengikuti lomba itu yang
diselenggarakan oleh pihak yayasan YBS. Sekolahku waktu itu diundang untuk
menghadiri perlombaan itu, dan kami berjuang keras untuk mendapatkan tropi
dalam bidang olaraga bola voli. Perlombaan yang dipertandingkan waktu itu
antara lain; volly, sepak bola, takraw, tarik tambang, pacuk lari, pacu karung,
dan tenis meja tingkat SMP dan SMA.
Sore itu, tim saya menang bermain
bola kaki melawan SD Fransiskus, dan kebetulan guru saya itu sangat hobi dengan
olaraga tenis meja yang diperlombakan dengan tingkat SMP dan SMA. Saya waktu
itu tidak ada niat untuk ikut lomba itu karena diperuntukan untuk SMP dan SMA
saja, ternyata guru saya diam-diam sudah mendaftarkan nama saya untuk ikut
lomba itu, dan saya kaget waktu itu saya dipanggil teman saya untuk mengikuti
loma itu, yang paling lucunya saya yang paling kecil mengikuti lomba itu, baik
dari segi pendidikan maupun dari segi postur tubuh. Lawan saya itu orangnya
kelas dua SMP dan tinggi dan tertawa melihat badan saya yang kecil, dan
menganggap enteng saya, setelah saya bermain tenis meja, dia heran dan penonton
gembira melihat talenta yang saya miliki itu, yang paling mengherankan lagi
saya memenangkan pertandingan itu. Guru saya sangat bangga mendengar berita
itu.
Perlombaan berikutnya saya berhasil
masuk final untuk meperubutkan juara satu dan dua, dan yang paling tidak bisa
saya lupakan waktu itu, lawan saya SMA kelas tiga dan dia atlet lari tingkat
kabupaten. Saya gugup mendengarkan berita itu, dalam hati yang paling dalam
saya akan kalah dibuat abang itu, dengan semangat yang bergebu teman-teman saya
dari SDN 06 Malancan datang sacara kompak untuk memberikan semangat, begitu
juga dengan penonton yang hadir sangat rame termasuk anak-anak SMP datang
menonton. Ketakutan saya bertambah besar melihat keramaian itu, dan teman-teman
saya sangat berharap kepada saya, dengan berkat Tuhan saya menang dalam
pertandingan itu dan berhasil membawa tropi atas nama sekolah saya SDN 06
Malancan.
Persiapan yang kami lakukan dalam mengikuti
lomba itu tidak sia-sia, dan berbuah manis sekaligus mengharumkan nama sekolah
kami dimata sekolah yang lain. Disamping itu saya juga mendapat teman yang
banyak dari sekolah yang lain, dan selalu bertukar informasi dengan yang lain.
Saya juga berhasil mendapat juara dua pacu lari, dan mendapat hadiah sepatu,
ayah saya dan ibu sangat bangga mendengar berita itu.
Perjuangan
yang Tak Terhingga
Ujian
SD sudah berakhir, dan kami menunggu hasil akhir perjuangan kami selama enam
tahun dibangku sekolah dasar. Hasilnya keluar dan dinyatakan kami semua lulus
dengan baik, teman-teman saya pada sibuk dengan orang tua mereka, karena akan
melanjutkan sekolah ditingkat pertama atau SMP, saya terdiam karena saya sadar,
bahwa orang tua saya tidak memiliki biaya untuk melanjutkan pendidikan saya
kejenjang yang lebih tinggi. Saya terpaku dalam kesedihan, waktu pendaftaran
tiga hari lagi akan ditutup, ayah saya juga sediah melihat saya, yang slalu
murung, begitu juga dengan ibu saya, yang slalu berkata pada saya “ sabar nak,
bapak dan ibu sangat besar sekali niat kami untuk mengyekolakan kamu, tapi kita
tidak memiliki uang. “
Mendengar ucapan ibu saya yang
seperti itu, saya menangis dan tidak mau pergi kemana-mana karena malu pada
teman-teman yang sibuk untuk membicarakan tentang sekolah mereka yang baru.
Ayah saya tidak tegah melihat saya yang slalu murung, dan saya tidak tahu dari
mana sumber uang itu, tiba-tiba ayah saya memanggil saya, dan berkata “ nang,
hari senin kita pergi daftarkanmu untuk sekolah SMP, mendengar berita itu,
sekan saya tidak percaya. Hati saya sangat senang, mendengar berita itu, dan
ibu saya senang sekali, hari senin pun tiba, dan saya beserta ayah saya pergi
kesikabaluan untuk mendaftarkan saya, ayah saya sangat senang, dan saya tahu bahwa
orang tua saya tidak memiliki uang untuk menyekolakan saya, saya dan ayah saya
berjalan kaki, dengan jarak delapan kilometer yang kami tempu, dengan terik
matahari yang begitu panas, yang dari kampung kami naik sampan, semua itu demi
mempeloh pendidikan.
Uang ayah saya waktu itu, hanya tiga
ratus ribu, membeli buku dan seragam saya uang itu habis, ditambah lagi uang
asrama yang mesti saya bayar, belum lagi uang untuk jajan saya sekolah. Untung
saja saya mendapat bantuan dari yayasan sebesar dua ratus lima puluh, dan uang
SPP sekolah saya dibayar pihak yayasan karena saya mendapat beasiswa. Sorenya,
ayah saya pulang kekampung saya, dan saya tinggal untuk sekolah. Waktu itu saya
menangis karena ayah saya akan pergi dan meninggalkan saya sendiri diasrama.
Satu tahun lamanya saya menjalani hidup diasrama, hal yang paling tidak bisa
saya lupakan waktu diasrama, saat saya mendapat tugas memasak. Waktu saya SD,
saya tidak ada sejarah memasak di rumah, karena tinggal diasrama harus ditutut
mandiri, maka saya ditugaskan memasak ikan, saya bingung untuk memasak ikan
bagamana caranya agar ikan bisa saya masak, dengan rasa takut saya memberanikan
diri agar dapat menyelesaikan tugas saya, ternyata yang saya masukkan dalam
kuali itu minyak tanah, yang saya anggap itu minyak manis, ibu pengawas saya
marah besar sama saya, dan teman-teman saya pada tertawa, melihat kesalahan
yang baru saya lakukan.
Malampun tiba, dan waktupun terus berlalu, saya sudah
kelas satu dan mau masuk semester dua, kabar burungpun datang dari yayasan,
bahwa asrama kami akan ditutup, teman-teman semua pada bingung untuk tinggal
dimana, mereka sibuk mencari tempat kesana kemari. Saya tidak bisa berbuat
banyak, saya langsung mengambil sikap untuk mengirim surat kepada orang tuaku
dikampung. Mendengar kabar itu, orang tua saya bingung dan tidak bisa
memberikan jawaban yang pasti pada saya, karena kami tidak memiliki saudara
ditempat saya sekolah, yang paling menyedihkan lagi saya terancam akan berenti
sekolah, saya sangat sedih, tiba-tiba sore hari ayah saya datang dengan naik
ojek, dan kami sama-sama tanya kesana kemari untuk tempat tinggal saya,
ternyata perjuangan kami tidak membuahkan hasil. Pihak yayasan memberikan kami
tenggang waktu dua sampai tiga hari agar mencari tempat tinggal baru, ternyata
asrama kami yang tempati sekarang yang mau beli adalah pengawas kami itu, dan dia dapat jabatan di kantor
dinas ranting, beliau ini mencari anak yang mau tinggal dirumahnya, sekalian
membantu-bantu pekerjaan rumahnya.
Seangkatan kami lulusan SD, ada
sepuluh orang dan lima laki-laki dan lima perempuan, dan waktu itu kami semua
melanjut semua kejenjang sekolah menengah, tapi yang paling saya sayangkan pada
teman-teman yang lain, mereka lebih
memilih berhenti sekolah dan mau mencari uang. Mendengar hal itu, saya sangat
kecewa dengan sikap yang di tunjukan teman-teman saya, pada hal orang tua mereka mampu, dan pada hal banyak anak-anak
seusia kami yang berpacu untuk mendapatkan pendidikan. Kalau perempun labih
memilih untuk menikah, dan laki-laki mereka menjadi preman di kampung, sehingga
efek dari yang mereka lakukan banyak anak-anak di desa saya yang putus sekolah
akibat ulah yang di tunjukkan oleh kakak-kakak seniornya.
Melihat kondisi ini, peran
orang tua yang kurang perduli pada masa depan anak-anak mereka. Orang tua selalu
memberikan kepercayaan penuh pada anaknya, pada hal mereka itu butuh masukan
dan dorongan agar memperkuat pondasi yang sudah di tanam dalam diri mereka
sejak mereka masih kacil. Secara tidak langsung generasi di desa saya menjadi
bodoh, sementara persaingan yang terjadi di luar sana sangat ketat. Banyak di
anatara mereka yang menyesali semua perbuatan mereka hanya memenuhi keinganan
sesaat. Efek yang paling besar kami rasakan di desa saya itu, pembangunan yang
tidak merata, semua itu berpengaruh pada SDM yang didesa kami yang kurang
berpengaruh di lingkuangan pemerintah.
Akibatnya, generasi muda di kampung
halaman saya, banyak sekali menjadi pengangguran, dan hanya mengandalkan otot
untuk mencari makan. Pada hal zaman sekarang ini, mereka mencari makan dengan
menggunakan otak untuk mendapat makan. Sampai saat ini masih itu metode yang
mereka lakukan, sehingga pembangunan pun lambat di sosialisasikan di kampung
saya, belum lagi persoalan tenaga pendidik yang relatif kurang dan sehingga
pendidikan yang di dapatkan oleh anak didik hanya sebatas kemampuan guru,
dimana seorang guru hanya lulusan SPG, dan tidak ada metode yang baru bagi guru
untuk menciptakan kondisi belajar yang baik yang membuat siswa senang dalam
belajar.
Pukul 19.00 wib, bapak yang mau beli
rumah itu memanggil saya, dan menyanakan
bagaimana perkembangan, apakah sudah mendapat tempat tinggal, atau belum. Dan
saya menjawab, belum pak! dan bapak itu secara langsung mengajak saya untuk
tinggal bersama dengan mereka dan mengikuti semua aturan yang dibuatnya. Bapak itu adalah sosok
yang disiplin dan memberikan yang terbaik kepada setiap orang yang ingin maju. Akhirnya
sayapun tinggal dirumah bapak itu, dan harus ekstra kerja yang siap tiap saat,
karena disamping saya bersekolah, saya
juga bekerja membantu pekerjaan yang ada
dirumah bapak itu. Saya secara pribadi bangga dapat tinggal dirumah
pejabat seperti bapak itu, disamping saya mendapat ilmu disekolah, saya juga
mendapat pengalaman dengan bergaul dengan
orang-orang besar, seperti kepala sekolah yang dahulunya saya tidak
kenal jadi kenal.
Dengan tinggal dengan pemimpin yang
tertinggi di kecamatan kami saya, dan bapak itu banyak sekali kegiatan yang
mesti kami lakukan. Dan belum lagi tugas beliau yang super padat sehingga saya
ikut serta dalam membantu tugas beliau itu, dan saya juga menjadi supir beliau
untuk pergi kunjungan di sekolah yang ada di desa yang jaraknya sangat jauh dar kecamatan. Saya sangat senang dengan
adanya pengalaman yang saya dapatkan, dan dari sana saya juga belajar betapa memprihatinkan
kondisi pendidikan yang ada di metawai.
Beliau itu juga banyak berpesan pada
saya, bahwa kamu itu harus benar-benar sekolah karena kampung kita masih banyak
membutuhkan tenaga pendidik. Pada hal dari SD sampai saya masuk SMP, saya
sangat berangan-angan ingin menjadi seorang polisi yang gaga dan pemberani.
Semua itu berubah total setelah saya ikut dengan beliau, dia membukakan mata saya tentang pendidikan yang ada, belum
lagi imprastruktur yang belum memadai, sehingga
pendidikan yang ada di mentawai itu belum di bisa di katakan sebagai
pendidikan yang layak.
Kami sekeluarga sudah berusaha
mencari solusi obat agar ayah kami lekas sembuh dari penyakit yang dideritanya.
Dengan berbagai macama kami mencari cara, hingga dukun kampung kami cari juga
tidak kunjung sembuh. Bahkan paman saya sendiri manjadi korban akibat dari orang yang tidak bertanggung jawab, karena paman saya itu
berusaha mengobati ayah saya, ternyata Tuhan berkehendak lain, sehingga paman
saya juga meninggal dunia. Tante saya yang tak lain saudara dari ayah saya, sangat terpukul dengan keadaan yang
menimpa keluarga kami dan keluarganya.
Belum lagi anak-anak tante saya yang masih kecil-kecil mereka masih sekolah,
bertambah lagi beban pikiran ayah saya. Akhirnya ayah saya sepakat untuk pergi
berobat ke kabupaten tepatnya di desa tuapejat, ibu saya dan adek saya yang masih kecil mereka pergi bertiga
untuk berobat, ternyata hasilnya tidak ada perubahan. Ibu saya tidak pernah
putus asah terhadap perjuangan yang
dilakukan demi kesembuhan ayah saya, dan merekapun kembali kekampung halaman saya,
dan mencari ahli tabit yang ada.
Ayah saya sudah mulai kurus, seluruh
badanya mulai mengecil, dan kami hanya pasrah terhadap penyakit ayah saya, kami
berharap mandapat mujizat dari Tuhan agar ayah saya lekas sembuh. Waktu itu
adek saya yang paling bungsu belum tahu apa-apa kerena
dia masih kecil, sehingga tak jarang
ayah saya sering memarahinya karena bandel. Walau ayah saya sakit tetap
tugasnya sebagai kepala dusun masih di emban, dan ayah saya sangat banyak
perjuangan yang di lakukan demi kampung halaman yang kami cintai itu, dan banyak
masyarakat yang mengagumkan ayah saya karena sikap yang tegas, pada masyarakat
sehingga mereka itu banyak meminta solusi pada ayah saya. Apa lagi paman saya
yang seorang guru di kampung kami, paman saya ini selalu meminta ide sama ayah
saya tentang bagaimana mencari solusi agar masyarakat itu mau anak itu besekolah.
Ayah saya ini, sangat mudah untuk
berinteraksi dengan orang lain. Sehingga
banyak orang yang mengenal ayah saya ini, dan guru-guru di kampung saya banyak yang ker dengan ayah saya, apa lagi
ayah saya ini sangat piawai dengan olaraga terutama olaraga bola voli, dan
teman-teman yang berbeda kampung banyak.
Ayah dalam bergaul tidak memandang dia itu, kaya atau miskin yang penting cocok
baginya. Ayah saya sangat akbrab dengan pak haji yang ada di kampung kami, ayah
saya selalu bermain ketempat pak haji, dan dengan kedekatannya itu kami anak-anak bisa akrab dengan pak haji.
Enam
bulan berlalu, dan persoalan tempat tinggal tidak menjadi buah pikiran saya
yang memakan waktu yang banyak, dan saya sudah kelas dua SMP, pelajaran dan
ilmu makin banyak saya serap karena guru-guru yang rata-rata lulusan UNP, yang
salah satu universitas terbaik di kota padang. Orang tua saya, terutama ayah
saya, sudah mulai sakit-sakitan dan sayapun sering pulang kampung karena
kondisi ayah saya makin parah karen sakit. Ayah saya, sudah sembilan bulan
dalam kondisi sakit, dan sudah beberapa rumah sakit, bahkan ayah saya sampai di
pekabaru berobat, dan tidak sedikit pula dukun yang mengobati penyakit ayah
saya. Tepat tanggal 14 Oktober 2005, ayah dipanggil disisih Yuhan yang Maha
Kuasa, dan saya sangat terpukul mendengar berita itu, waktu itu saya sedang
mengikuti pelajaran bahasa inggris, tiba-tiba abang dari sepupu saya datang
menjemput saya, dan kami pulang kedesa saya, tiba-tiba dalam perjalanan pulang
motor kami bocor, akhirnya saya berjalan kaki, dengan jarak tempu tujuh kilo
meter.
Dua
jam saya bergulut dengan waktu, akhirnya sayapun tiba dirumah, sebelum saya
sampai dirumah saya disambut sama ibu saya, dengan melihat air mata yang
berlinang dipipi ibu saya, secara tidak banyak bicara saya langsung menangis
dan tidak kuat melihat kesedihan yang menimpa kami sekeluarga. Pupus sudah
harap dan semua cita-cita saya, saya berpikir bahwa, saya tidak dapat sekolah
karena kondisi keuangan kami memburuk. Dan kami sekeluarga berkumpul dirumah
kami yang sederhana itu, beserta kerabat
yang lain datang dari jauh, berkumpul dirumah. Saya tidak mau berlaurut dalam
kesedihan, saya pasrah semua apa yang menimpa kami sekeluarga, saya belajar
dari sana bahwa kita hidup di dunia ini hanya sementara saja, dan tidak ada
yang abadi yang kita miliki.
Musibah yang datang menimpa
keluargaku, sangat mengundang banyak perhatian dari teman-teman semua, dan saya
sangat senang ternyata melihat respon mereka semua. Semangat yang mereka
berikan pada saya membuat saya bangkit kembali dari kesedihan yang sedang kasih
kami rasakan. Dan sekolah saya juga mengirim perwakilan dari sekolah untuk
datang di kampung halaman saya untuk menyampaikan turut berduka cita. Hal yang
membuat saya sedih waktu itu, abang saya tidak bisa hadir di tengah keluarga
kami semua karena dia di siak dan tidak tahu informasi itu, abang saya sangat
terpukul dengan kondisi, dan di tambah lagi keluarganya yang dirundung masalah.
Satu minggu kemudian, saya
memutuskan untuk masuk sekolah lagi, dan
banyak teman-teman yang perduli dengan musibah menimpa keluarga kami. Tiga hari
saya masuk sekolah, siang hari datang teman saya dirumah, dan membawa berita
yang menyenangan bahwa saya dan beberapa teman-teman yang lain akan berangkat
kekabupaten, untuk ikut jambore terumbu karang tingkat kabupaten kepulauan
mentawai. Saya sangat senang, dan bahagia karena pihak sekolah memberikan kepercayaan kepada saya, dan ini
kesempatan saya agar memberikan yang terbaik untuk sekolah saya. Itu pertama
kali saya keluar dari tempat saya bernaung, dan sepuluh orang perwakilan itu lima diantaranya perempuan dan lima
laki-laki. Suasana banyak kali perubahan
akibat dari kepergian ayah saya, mulailah sedikit demi sedikat, ibu saya harus
ekstra kuat dalam membagi profesi, kepada kedua adek saya masih kecil. Pergi
pagi pulang malam mencari nafka, tidak tahu panas atau dinginnya cuacu, yang
penting adalah bagaimana anak-anaknya mendapat makan dan tidak memintak-mintak
pada orang lain. Saya pun sekolah demi cita-cita saya harus menanggung semua
penderiataan, ya maklum aja kehidupan anak kos, yang serba hemat. Belum lagi
saya, sepulang sekolah saya harus bekerja dirumah tempat saya tinggal, cacimaki
yang saya dapatkan, belum lagi saudara dari bapak yang saya tinggal, orangnya
irih hati terhadap orang lain. Saya slalu sabar dalam menjalani itu semua,
karena cita-cita saya rela. Dengan kesabaran yang besar, akhirnya saya tamat
SMP, dan rencana untuk melanjut pun sudah ada gambaran.
Perjuangan
akan menuai hasil
Tiga tahun saya tinggal dirumah
bapak itu, dan saya sudah membicarakan sama kakak-kakak saya dipekanbaru, bahwa
saya mau melanjutkan sekolah ditingkat atas di pekanbaru mereka sangat setujuh
dengan hal itu. Maka kakakku sudah membicarakan sama suaminya dan abang-abang
saya bahwa saya akan sekolah di pekanbaru. Dua hari lagi hasil ujian akan
keluar, dan kakak saya sudah berada dalam perjalanan untuk menjemput saya agar
bisa sekolah dipekanbaru. Sesampainya kakak saya di kampung bapak yang tempat
saya tinggal tidak memperbolehkan saya sekolah dipekanbaru karena sayang
tinggal tiga tahun lagi menyesaikan SMA.
Untuk mendapatkan ijazah di tingkat
SMP, bukanlah hal yang mudah, tapi banyak perjuangan yang saya lakukan demi
sekolah saya, ibu saya yang sudah mulai tua, dan tidak mampu lagi memberikan
saya uang, saya harus memutar otak untuk mendapatkan jajan sehari-hari saya di
sekolah. Saya bekerja sambil sekolah, dan banyak lagi yang saya lakukan demi
mendapat uang. Saya sadar bahwa ibu saya tidak mampu lagi menyekolahkan saya,
tapi dengan niat yang kuat saya harus berusaha mendapatkan ijazah yang dua
lembar itu.
Tantangan hidup yang sangat berat
saya rasakan, memaksa saya agar bisa bertahan hidup diperantauan. Belum lagi
pekerjaan saya di rumah tempat saya tinggal sangat banyak, dan belum lagi
mengadapi sikap anak-anak bapak itu yang sangat bandel, dan keluarganya bapak
itu sangat iri dengan saya, tapi saya sangat sabar dalam menghadapi hal itu,
sehingga saya mendapat ijazah SMP juga.
Waktu sekolah pun sudah tiba, dan
semua apa yang saya butuhkan untuk masuk SMA sudah dipenuhi oleh kakak dan
abang-abang saya, waktu uang masuk saya SMA, bagi dua dengan bapak yang tempat
saya tinggal. Waktu itu kakak saya, sangat bisi keras kali untuk menyekolakan
saya dipekanbaru, lantaran bapak yang tempat saya tinggal sangat sayang pada
saya akhirnya kakak saya mengala. Sudah enam bulan saya masuk sekolah, dan
banyak sekali aktifitas yang saya, baik kegiatan sekolah, maupun ekstrakurikuler.
Samasa SMA, saya sangat aktif dalam organisasi, baik itu kelas, maupun OSIS.
SMA, saya menjabat sebagai ketua kelas, mulai dari kelas satu sampai dengan
kelas tiga. Dan menjadi wakil ketua OSIS, kelas dua.
Satu tahun sudah berlalu, sayapun naik
kelas dua semester satu, tiba-tiba bapak yang tempat saya tinggal mendapat
panggilan tugas, bahwa bapak itu akan di pindakan kekabupaten. Mendengar hal
itu, saya sangat kecewa karena bapak itu sangat memotivasi saya, saya sudah
menganggap bapak itu sebagai bapak saya. Kecintaan saya sama bapak itu, saya
tunjukkan dengan belajar dengan giat, bapak itu juga banyak sekali pengalaman
yang saya dapatkan dari beliau itu, mulai dengan beternak ayam, mengatur
keuangan, diajari memasak, bahkan membawa spikboat sayapun diajari. Beliau
banyak sekali memberikan pandangan hidup sama saya, dan nasehat-sehat untuk
saya, sayapun sudah akrab dengan keluarga bapak itu, setiap saya libur sekolah
saya pergi liburan kekampung bapak itu. Dalam liburan kami slalu bekerja diladang,
dan setiap kami bekerja kami mendapat upah dari bapak itu, semua itu saya
gunakan untuk biaya sekolah. Saya dan teman saya namanya Toni, slalu memberikan
yang terbaik untuk bapak itu, bapak itu sangat sayang sama kami. Bentuk
kecintaan sama kami bapak itu selalu memberikan fasilitas sama kami, dengan
membelikan sepeda, buku, dan mengajari kami bertanggung jawab.
Kelas dua SMA, saya mencalonkan diri sebagai wakil ketua OSIS.
Sayapun terpilih sebagai wakil ketua OSIS, dan banyak sekali kegiatan yang kami
harus kerjakan dan membuat program-program baru agar memberikan spirit baru
bagi teman-teman yang lain. Belum lagi tugas saya sebagai kepala perkebunan
sekolah dan tugas ketua kelas, yang selalu memberikan ide-ide baru untuk
merawat taman kelas. Belum lagi menyelesaikan tugas sebagai ketua panitia
penerimaan mahasiswa baru. Tahun 2007, kabupaaten kami selalu memanggil
perwakilan kecamatan untuk mengikuti kegiatan paskibraka, dan sekolah diberikan
kepercayaan kepada kami agar mengirim 5 orang berpangsangan untuk kegiatan
paskibraka di kabupaten. Pihak sekolah memberikan kepercayaan kepada saya agar
mengikuti kegiatan itu, dan saya sangat
senang menyambut berita itu, dan ini kesempatan saya agar dapat mengenal daerah
lain selain tempat saya menuntut ilmu.
Sayapun lulus dalam seleksi itu,
saya sangat senang dan ibu saya sangat bahagia mendengar hal itu. Pengalaman
yang saya dapatkan tak ternilai
harganya, tapi perjuangan saya dan tim untuk menaikan benderah merah putih
harus mengeluarkan darah, belum lagi panasnya terik matahari yang selalu
menjadi tantangan kami setiap hari. Waktu itu ada lima kecamatan yang diundang,
dalam penyelenggaraan perayaan 17 Agustus 2007, 30 hari kami latihan, dan
selama itu juga saya harus berpanasan, belum lagi sikap disiplin yang harus
diterapkan dalam latihan. Kegaiatan yang kami lakukan dalam setiap hari, tidak
lepas dari pengawasan pihak pelatih, dan pelatih kami berasal dari instansi
kepolisian dan TNI, mereka slalu menjaga kami.
Sisih yang baik selalu saya petik
dari setiap kegiatan yang saya ikuti, biarpun saya harus kepanasan tapi saya
senang, karena dengan mengikuti kegiatan itu saya mendapat teman yang banyak.
Belum lagi saya juga berkesempatan untuk mengenal pejabat tinggi kabupaten saya
dengan secara dekat, dan belajar tentang kepedulian terhadap sesama. Sungguh
hal yang paling menyenangkan dalam hidup saya, dan tidak semua orang mendapat
pengalaman yang berharga itu, dan banyak juga teman-teman yang ingin ikut
kegiatan itu, lantaran mereka tidak memenuhi persyaratan yang sudah di
tentukan, akhirnya mereka tidak ikut dalam kegiatan itu.
Hidup saya selama satu bulan, sangat
disiplin dan bertentangan dengan kegiatan saya sehari-hari di rumah, makan,
mandi, pake baju, tidur, semua diatur saya dan teman-teman hanya bisa berbuat
sesuai dengan keinginan pelatih kami. Dalam tim sangat di butuhkan yang namanya
kerja sama, walau kita baru mengenal satu dengan yang lain, tapi kita harus
kompak. Jadi waktu kami sedang di asrama, ada teman-teman kami yang keluar
malam dan tidak izin dengan pelatih, besoknya kami di tampari dan diberi
hukuman pus ap sebanyak 100 kali, dan
tamparan itu, kiri kanan dari pipi kami. Waktu itu, kami semua tidak tahu apa kesalah
kami yang kami perbuat, setelah di jelaskan bahwa ada teman-teman kami yang tertangkap
main pacaran, dan efek dari satu yang berbuat kami semua kenak batunya. Saya
dan teman-teman hanya bisa pasrah dengan semua yang menimpa kami, dan belajar
dari kesalahan yang kami perbuat.
Kegiatan demi kegiatan kami lalui,
dan kami bekerjasama dan mencapai sesuatu demi negara yang kita cintai. Peran
bapak wakil bupati Yudas Sabagalet sangat memberikan kami semangat agar kami
selalu bersiap optimis, dan sukses dalam melakukan tugas negara yang sudah
dibebankan pada kami. Antusias masyarakat di tepat kami latihan itu, sangat
besar karena mereka semua sangat mendukung kami untuk tetap semangat, dan kami
setiap hari harus mengikuti semua apa yang di perintahkan oleh pelatih kami.
Tapi ilmu, baris-berbaris saya
dapatkan sangat banyak. Walaupun tidak sedikit pengorbanan yang kami terima
tapi pengalaman yang kami dapatkan waktu latihan sangat berguna bagi kami
kedepannya. Banyak kejadian yang kami alami selama dikarantinakan lebih kurang
satu bulan satu minggu, dan banyak juga kami dapatkan teman yang baru berbeda
tempat asal da menjadi teman. Saya secara pribadi sangat senang dengan kegiatan
ini. Kita bisa berbuat untuk negara yang sama-sama kita cintai, dan berbagi
pengalaman dengan orang lain itu hal yang terindah dalam hidupku. Berkat dari
kegiatan itu, sampai saat ini, saya masih bisa berkomunikasi dengan teman-teman
saya, yang kuliah di padang. Setelah kegiatan pengibaran sang merah putih, kami
mendapat tempat yang sangat menyenangkan dari bapak bupati kepulauan mentawai
yaitu undangan makan malam di pendopo. Kata teman-teman yang lain, tidak
sembarang orang yang dapat hadir di trmpat itu, hanya orang-orang tertentu
saja, dan saya mendapat keberuntuangan itu.
Dengan adanya kegiatan yang
diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten, saya sebagai anggota yang
melaksanakan kegitan itu, sangat bersyukur karena ilmu yang kami dapatkan itu
tidak semua siswa yang tahu. Saya di sekolah saya adalah angkatan yang pertama
mengikuti kegiatan itu, besar sekali jasa para guru saya agar saya bisa
mempromosikan sekolah saya. Waktu itu, sekolah yang termuda di kepulauan
mentawai, sangking mudanya sekolah saya, saya angkatan ke tiga yang lulus dari
SMA N 1 sikabaluan, dan banyak pejabat yang mengunjung sekolah saya, karena
satu-satunya sekolah yang berada di tepi pantai, dan memiliki taman sekolah
Kebiasaan masyarakat indonesia, yang
setiap ada perayaan tidak terlepas dari kegiatan baik hiburan bahkan lomba
olaragapun di selenggarakan. Kebetulan pelatih kami itu, sangat gemar yang
namanya olaraga tenis meja, dan teman-teman yang satu tim dengan saya, mereka
tahu bahwa saya memiliki talenta dalam bidang tersebut. Maka dari itu, pelatih
kami mengajak saya ikut perlombaan itu, saya sangat gugup karena yang saya
lawan semua adalah pejabat-pejabat kabupaten. Saya itu segan, karena saya hanya
orang kampung yang berusaha hidup sejajar dengan mereka pejabat kabupaten.
Dengan perjuangan demi perjuangan saya lakukan, akhirnya saya berhasil masuk
final, ternyata teman-teman anggota paski nonto saat saya lomba, besoknya saya
dalam latihan banyak yang minta untuk di
ajari bermain tenis, saya jadi tidak enak, masalah sedikit jadi
dibesar-besarkan.
Finalpun sudah tiba, saatnya
perebutan juara satu dan dua, saya dek-dekan. Pelatih saya yang memberikan saya
supot agar selalu tenang. Dan lawan saya yang terakhir seorang guru, bapak itu
mengajar di SD N tuapejat. Beliau itu sangat mahir dalam bermain tenis meja,
dan ada beberapa servisan saya yang tidak bisa bapak itu ambil, dan membuat
bapak itu mental, di tambah lagi pukulan saya yang agak mematikan gerak-gerik
lawan. Berkat Tuhan saya memenangkan pertandingan itu dengan permaian 3-2, saya
sangat senang dan merasa bangga karena mendapat
tropi. Mendengar kabar itu, kepala sekolah saya, sangat bangga dengan
hal itu, di samping ikut kegiatan paskibra, juga membawa tropi yang
membanggakan sekolah saya.
Panorama pulau mentawai, yang selama
ini digadang-gadangkan saya baru tahu, memang pulau mentawai itu sangat indah,
dan juga banyak pengunjung yang datang
dari berbagai belahan dunia untuk bermain surping. Kebanyakan yang datang para
turis dari australia, dan mereka tinggal dipulau, dan fasilitas yang mereka
miliki di sana sangat lengkap. Dalam satu tahun, para turis mengadakan kegiatan
lomba bermain surfing seinternasional dan di adakan di mentawai, dan itu sudah
menjadi kegiatan rutinitas para turis, dan tidak sediit para turis yang hadir.
Melihat hal itu, saya sangat bangga memiliki kabupaten yang mampu merekrut para
turis, dan mereka beta tinggal di mentawai, dan tidak sedikit pula diantara
mereka yang menika dengan penduduk mentawai, seperti belanda, jerman dan
prancis.
Besoknya kami pergi bertamasyah, di
salah satu pulau wisata di mentawai. Kami banyak sekali kami temukan bule yang
mandi-mandi dengan pakaian yang sangat seksi, dan kami bayar kalau masuk daerah
itu. Tempatnya sangat bagus, dan ada villa-villa yang tempat kita istirahat.
Dan pelayanan pun sangat baik, yang paling saya suka dari semua itu ombaknya
yang besar dan main slancar atau surving. Rasa capek yang kami alami selama
satu bulan, akhirnya kami lampiaskan dengan bermain di laut, dan teman-teman
semua sangat bergembira waktu kami sampai dipulau yang kami tujuh. Dalam
kegiatan itu, tidak adalagi yang namanya pelatih, semua kami anggap teman, dan
disana kami berfoto bersama dengan teman-teman yang lain, karena itu adalah
kegiatan perpisahan kami yang terakhir dengan teman-teman yang mau kembali
kekampungnya.
Kegiatan
semua sudah selesai, malamnya ada kegiatan perpisahan sesama anggota
paskibraka, kami sangat sedih meninggalkan teman-teman, kami menangis dan
saling jabat tangan. Sudah satu bulan saya tinggalkan sekolah, banyak mata
pelajaran yang saya tinggal, dimana sebentar lagi ujian semester sudah dekat.
Tepat, tanggal 26 September 2007
kepala sekolah saya mengundang untuk datang keruangan kerjanya. Saya di tanya
sama bapak itu tentang laporan kegiatan paskibra dikabupaten. Saya melaporkan
semua kegiatan itu, dan bapak meminta saya agar mengajari siswa-siswa yang lain
tentang paskibraka disekolah saya. Saya menyambut dengan baik hal tersebut.
Setiap ada kegiatan yang berbaur dengan gerak jalan saya selalu memandu
kegiatan itu. Semua berjalan dengan lancar, dan sayapun konsentrasi sekolah.
Ujiannya kenaikan kelaspun sudah tiba, saya ujian lagi dan naik kelas tiga.
Teman-teman semua sibuk denga
Saya sibuk dengan kegiatan diluar
sekolah, dengan di angkat saya sebagai ketua muda mudi GKPM simalaibaen. Banyak
pelatihan yang saya ikuti, belum lagi pelatihan yang di adakan pihak kecamatan,
saya juga menjadi wakil dari sekolah saya, materi waktu itu, pemberdayaan
tentang lingkuangan hidup. Belum lagi menyambut bupati kepulauan mentawai di
sekolah saya dengan tema bahaya narkoba. Semua saya jalani dengan penuh dengan
semangat, tidak mengenal lelah.
Belum lagi persoalan ekonomi yang
saya hadapi, persaingan hidup semakin ketat, belum lagi uang yang kirim sama
ibu saya hanya 5.000 dalam satu minggu, melihat kondisi ekonomi saya, saya
tidak menjadi kendor, saya hanya bisa berjuang demi sebuah cita-cita, ibu saya
hanya seorang diri, maklum ibu saya seorang nelayan laut, modal hanya tekat dan
doa, sedikit demi sedikit ibu saya mengumpulkan uang demi masa depan
anak-anaknya. Saya sangat bangga kepada ibu saya, yang slalu berjuang demi masa
depan anak-anaknya, dan tidak minder sama teman-teman dengan kondisi saya, saya
tidak pernah mengeluh hanya dapat berdoa sambil berjuang.
Akhirnya saya naik kelas tiga, dan
sebentar lagi menyambut perayaan 17 agustus 2008, dan bulan enam pun sudah
tiba, saya dipercayakan lagi pihak sekolah untuk mewakili kabupaten kepulauan
mentawai untuk berangkat keprovinsi sumatra barat mengikuti seleksi paskbraka
tingkat nasional dan provinsi, tepatnya di kabupaten solok kampung Mendagri
kita sekarang ini, bapak Gamawan Fauzi, saat itu beliau menjabat sebagai
gubernur sumbar. Daerahnya dingin, dan kami sangat disiplin untuk melakukan
aktifitas kami. Satu minggu saya di sana, dan sebanyak empat puluh kabupaten
dan dua puluh kota yang hadir dan masing-masing lima orang perwakilannya. Saya
sangat senang mengikuti seleksi itu, banyak pengalaman yang saya dapatkan, dan
banyak para orang tua yang membayar agar anaknya bisa masuk anggota paskibraka.
Persangian pun ketat, hal yang tidak
bisa saya lupakan adalah saat saya di suruh bernyanyi dalam bahasa mentawai.
Dan menari dengan tarian mentawai, jujur saya tidak mengerti dengan tari daerah
saya, dan bapak itu terbahak-bahak tertawa karena saya waktu itu sangat lucu
saya membawakan tarian mentawai. Bapak pelatih kami berasal dari manado,
badannya tegap dan homoris yang tidak bisa saya lupakan bapak itu sikap di
siplinnya sangat ketat, yang paling menarik saat kami makan, sebelum dan
sesudah makan harus melapor dan sendok tidak boleh bunyi, dan forsi makan yang
di berikan harus habis dan jangan ada yang sisa.
Saat seleksi, ada hal yang sangat
membuat saya senang karena saya ditawarkan masuk dalam organisasi Brimob, waktu
itu saya di surati oleh pihak Brimob agar orang tua saya setujuh. Dengan
perasaan yang senang saya menyodorkan surat itu sama ibu saya, dan ibu saya
tidak setukuh dengan hal itu karena alasannya saya anak satu-satunya yang
sekolah. Saya dengan lapang dada menerima keputusan ibu saya, dan sebenarnya saya sangat terpukul dengan keputusan yang di
berikan oleh ibu saya. Ya nasib tidak berpihak pada saya akhirnya niat itu saya
buang jauh-jauh dari hidup saya.
Saya mengikuti proses belajar
mengajar di sekolah, dan sudah bulan tujuh. Sayapun harus berangkat ke
kabupaten untuk paskibraka tingkat kabupaten kepulauan mentawai, kami berangkat
sebanyak lima pasang, dan saya sebagai penanggu jawab teman-teman yang lain.
Pengalaman yang saya dapatkan untuk tahun 2007 dengan 2008 sangat berbeda,
waktu tahun 2007 pelatih kami berasal dari Polri, dan tahun 2008 TNI dan Polri,
latihan yang kami ikuti sangat ketat. Belum lagi hotel tempat kami tinggal
sangat jauh dari kami latihan. Uang yang pas-pasan saja, dalam mengikuti
kegiatan itu, saya mendapat teman baru yang namanya Dian purnama sari, dia
orangnya baik sekali dan saya pun beta berteman dengan dia.
Sangat banyak pengalaman yang
berharga yang saya dapatkan saat latihan, dan sayapun berhasil mendapat tropi
dalam perlombaan 17 Agustus 2009, dan juara satu lagi cabang olaraga tenis meja.
Rasa bangga yang terasa waktu itu, dan kami pun menyelesaikan tugas kami
sebagai pengibar sang merah putih. Banyak cabang olaraga yang kami ikuti antara
lain, voly ball, tarik tambang, tenis meja, bola kaki dll. Dengan adanya
pertandingan itu, kami akrab dengan teman-teman yang lain.
Acara perayaan di tingkat kabupaten
sudah kami selesaikan dengan baik. Saatnya kami kembali ke kecamatan kami
masing-masing, dan esok harinya kami berangkat, dalam perjalanan kapalnya rusak
dan cuaca saat itu tidak bersahabat, ombak yang besar pun datang mengantam
kapal kami, untung ada spikboat yang datang memjemputkami. Dan kami memutuskan
untuk naik spikboat untuk menuju ke kecamatan dan saat itu badai dan ombak
sangat kencang, pakaian kami basah semua, belum lagi perjalanan kami sangat
jauh, teman-teman sebagian banyak yang nangis akibat terjangan ombak. Untungnya
supir kami sangat berpengalaman dalam memainkan ombak, akhirnya berkat Tuhan
kami samapai tujuan dengan selamat.
Keesokkan harinya, kami disuruh
kumpul dengan guru kami, untuk bercerita tentang pengalaman dari yang kami
dapatkan. Saya yang bercerita kepada teman-teman semua, teman-teman saya sangat
antusias tentang pengalaman yang kami dapatkan. Dan saya di percayakan untuk
melatih adek-adek junior kami dalam PBB, dan mereka sangat semangat dalam
mengikuti latihan itu, saya sangat senang karena dapat melatih mereka dalam
PBB, dan perjuanagan yang saya lakukan dan serta panasnya terik matahari yang
selama ini saya rasakan sudah membuahkan hasil, dengan membagi pengalaman saya
pada teman-teman yang lain.
Selama saya sekolah di tingkat SMA,
saya memiliki teman yang sangat akrab dengan saya namanya Toni, kami selalu
berdua dalam melakukan aktifitas, semua itu berawal pertemuan kami di asrama
kelas satu SMP, dan akhirnya kami tinggal di rumah bapak angkat saya berdua,
dan tugas kami hanya merawat rumah bapak itu, menjaga kebersihan dan kami juga
belajar berternak ayam, dan pergi mengambil kayu, di pinggiran pantai muara
sikabaluan. Kami juga belajar bawak spikboat karena waktu itu, bapak yang
temapat kami tinggal memiliki spikboat, dan saya selalu pergi keluar daerah
untuk antarkan bapak itu untuk mengadakan kunjungan di desa-desa untuk melihat
kondisi sekolah. Berkat mengikuti bapak itu kemana dia pergi, akhirnya saya
banyak kenalan dengan pejabat yang lain. Bapak itu sangat baik dengan saya,
sangat banyak sekali jasanya sama saya, saya sudah menganggap bapak itu seperti
orang tua saya sendiri, dan sampai saat ini kami selalu berkomunikasi dengan
keluarga bapak itu. Banyak sekali bantuan yang mereka berikan pada saya, mulai
dari materi hingga masala ekonomi saya mereka bantu.
Ujian nasional udah di depan mata,
sayapun harus mempersiapkan diri dalam mengahadapi ujian akhir saya. Satu
minggu lamanya saya mengikuti ujian akhir dan di tambah ujian akhir sekolah,
semuanya saya selesaikan dengan baik, dan tidak lepas dari doa ibu saya serta
dukungan keluarga saya. Berkat Tuhan saya akhirnya sudah tamat SMA, dan
teman-teman yang mampu sudah siap-siap mencari perguruan tinggi di padang. Saya
tidak bisa berbuat apa, karena saya sadar bahwa ibu saya tidak mampu
menyekolahkan saya sampai perguruan tinggi. Ibu saya sangat kasihan melihat
saya, dan hanya kesabaran yang modal yang paling saya andalkan. Di kampung saya
tidak beta karena teman-teman saya pada sibuk dengan kuliah, saya hanya
termenung meratapi nasib, dan kebetulan abang-abang dan kakak saya berada di
pekanbaru.
Akhirnya kakak saya yang anak
pertama, mengajak saya untuk tinggal di pekanbaru, dan saya menanggapinya dengan
baik. Saya sangat senang dapat tinggal di kota pekanbaru yang penduduknya ramah
tamah, dan yang paling saya sukai di kota ini, saling menghargai antar umat
beragama. Waktu saya tinggal di jalan sudirman no 502 dekat askes, dan satu
tahun lamanya saya tinggal di sana. Selama tinggal di pekanbaru, saya pernah
kerja menjadi secury di bank ternama di pekanbaru seperti bank BCA sudirman,
bank Ekonomi surya dumai, bank permata dan yang terakhir di kantor CNI jalan
harapan raya. Banyak pengalaman yang saya dapat selama berkerja di beberapa
bank ternama di pekanbaru. Suka duka yang saya alami dalam dunia kerja saya
rasakan. Semua itu saya jalani selama tujuh bulan karena ada konflik dalam
lingkuangan kerja akhirnya saya putuskan untuk tinggalkan kerja itu.
Sayapun tidak bekerja, dan saudara
saya yang tinggal di siak sedang membuka perusahaan yang bergerak dalam bidang
jasa seperti kerja biro listrik, pekerjaan itu sangat menantang keberanian
kita. Apalagi saat musim hujan banyak rumah yang konslet akibat cuaca dan saat
seperti itu tenaga kami dibutuhkan. Memang gaji sangat besar, dalam satu hari
paling sedikit gaji kami dua ratus bahkan lima ratus ribu per hari, tapi
tantangan sangat membahayakan keselamatan jiwa. Walaupun pekerjaan itu sangat
berbahaya tapi saya menjalaninya dengan keiklasan, sehingga apa yang saya
korbankan membuahkan hasil seprti saat ini saya dapat melanjutkan sekolah saya
kejenjang perkuliahan, dan berkat dukungan keluarga saya. Saya sangat senang
kuliah di universitas islam riau, banyak teman-teman yang baru saya dapatkan
dan saya juga sangat bahagia bisa masuk di fakultas keguruan dan ilmu
pendidikan
Jurusan bahasa memang pilihan yang
sangat tepat bagi saya, dengan masuknya saya di jurusan ini, sedikit banyaknya
saya mengerti aturan-aturan yang mesti harus kita penuhi dalam menulis sebuah
paragraf. Di universitas islam riaulah tempat pelabuhan saya dalam meraih gelar
sarjana saya, da besar harapan keluarga saya agar dapat menyelesaikan
pendidikan saya ini, silih berganti cobaan hidup yang datang menghampiri saya,
tapi dengan keteguhan jiwa saya akan menjelani semua itu penuh dengan
keiklasan. Di sini juga saya banyak kenal para dosen yang baik-baik dan selalu
memberikan kami motivasi dalam meraih cita-cita, serta dorongan, agar kami
lebih giat belajar.
Sekarang ini saya duduk di tingkat
empat, dan tidak terasa saya memasuki semester baru, berkat Tuhan saya masih
dalam keadaan sehat dalam menjalani hari-hariku. Saya juga berterima kasih pada
kakak saya yang selalu memberikan saya motivasi agar menyesaikan kuliah saya,
walau ibu saya jauh di mentawai sana, saya yakin dalam setiap doanya selalu
menyebut nama saya, saya akan berjuang
semampu saya agar mendapat gelar sarjana. Pendidikan memang mahal, tapi dimana
ada kemauan disitu ada jalan, mulai dari SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi
saya selalu semangat demi masa depa yang cemerlang. Bila dalam hidup ini harus
berjuang, dan berusaha maka dari itu kesempatan yang di berikan Tuhan pada saya
tidak akan saya sia-siakan, dan menjalankan amat almarhum bapak saya bahwa saya
ini harus sekolah, untuk saya, keluarga dan masyarakat mentawai. Mereka semua
sangat mengaharapkan keberhasilan saya maka dari itu saya akan memegang
kepercayaan itu.
Saya sangat prihatin dengan,
persoalan pemerintah dengan kekurangan guru, dan minimnya guru yang mengajar di
daerah-daerah yang terpencil. Mudah-muhan dengan masuknya saya dalam dunia
pendidikan, dapat meringankan beban pemerintah, dan menjadi cakrawala bagi
kalayak ramai khususnya dunia pendidikan yang membutuhkan guru. Besar harapan
saya dapat mengabdikan ilmu yang saya dapatkan agar masyarakat dapat merasakan
dan membagikan pengalaman saya dalam dunia pendidikan yang mungkin berguna bagi
mareka dan menjadi suatu motivasi tersendiri bagi meraka.
Bila Tuhan mengizinkan saya untuk
menyelesaikan pendidikan saya sampai dengan jenjang S1, maka saya akan
melanjutkan pendidikan ke paska sarjana, agar lebih dalam lagi saya menggali
dan mengetahui persoalan pendidikan yang terjadi di indonesia yang kita cintai
ini. Tapi semua itu sangat berat, dengan keberatan itu saya merasa termotivasi
agar sampai pada angan-angan selama ini saya simpan dalam lubuk hati yang
paling dalam. Saya akan menjalani pendidikan ini secara bertahap, dan saya akan
berharap kepada semua pihak agar turut mendoakan saya agar mendapat sesuatu
yang sudah lama saya idamkan. Kabupaten saya kepulauan mentawai, yang secara
kasat mata kita dapat katakan kabupaten yang sangat jauh dari keramaian dan
persoalan pendidikan yang masih banyak, belum lagi kualitas tenaga pengajar
yang belum memenuhi kriteria yang di tetapkan oleh pemerintah, di tambah lagi
imprastruktur yang belum memadai, semua itu menjadi pemacu saya agar
cepat-cepat menyelesaikan kuliah saya, karena tenaga saya sangat di butuhkan di
kabupaten kepulauan mentawai secara umum dan secara khusus kampung halaman
saya.