Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini
dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks
Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat
pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per-kepala yang menunjukkan bahwa indeks
pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia,
Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998) dan
ke-109 (1999).
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas
pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia.Posisi
Indonesia berada di bawah Vietnam.Data yang dilaporkan The World Economic Forum
Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki
urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survei dari lembaga yang sama, Indonesia hanya berpredikat sebagai follower
bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data
Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan
sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years
Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah
yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan
dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia
dalam kategori The Diploma Program (DP).
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia tentu tidak
lepas dari peran dan kepemimpinan seorang kepala sekolah sebagai top leadernya.Melihat pentingnya fungsi kepemimpinan kepala
sekolah, maka usaha untuk meningkatkan
kinerja yang lebih tinggi bukanlah pekerjaan mudah bagi kepala sekolah karena kegiatan berlangsung dalam sebuah proses panjang yang direncanakan dan diprogram secara baik
pula. Namun pada kenyataannya tidak sedikit
kepala sekolah yang hanya berperan sebagai pimpinan formalitas dalam sebuah
sistem alias hanya sekedar sebagai pemegang jabatan struktural sambil menunggu
masa purna tugas –jika tidak boleh
menyebut sebagai orang-orang apatis yang kehabisan energi dan gairah hidup-.
Mutu pendidikan
di sekolah
Salah satu indikator keberhasilan kepemimpinan seorang
kepala sekolah diukur dari mutu pendidikan yang ada di sekolah yang
dipimpinnya. Dalam konteks pendidikan,
pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan (Depdiknas, 2001:5). Input pendidikan
adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk
berlangsungnya proses. Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi
sesuatu yang lain dengan mengintegrasikan input sekolah sehingga mampu
menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu
mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan
peserta didik. Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah yang dapat
diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya,
dan moral kerjanya.
Dalam konsep yang lebih luas, mutu pendidikan mempunyai makna sebagai suatu
kadar proses dan hasil pendidikan secara keseluruhan yang ditetapkan sesuai
dengan pendekatan dan kriteria tertentu (Surya,
2002:12).
Proses pendidikan yang bermutu ditentukan oleh berbagai unsur dinamis yang
akan ada dalam sekolah itu sendiri dan lingkungannya sebagai suatu kesatuan sistem. Menurut Townsend dan Butterworth (1992:35) dalam bukunya Your Child’s Scholl, ada sepuluh faktor penentu terwujudnya proses
pendidikan yang bermutu, yakni keefektifan kepemimpinan kepala
sekolah; partisipasi dan rasa tanggung
jawab guru dan staf; proses belajar-mengajar yang
efektif;pengembangan staf yang
terpogram; kurikulum yang relevan; memiliki visi dan misi yang jelas; iklim sekolah yang kondusif; penilaian diri terhadap kekuatan dan kelemahan; komunikasi efektif baik internal maupun eksternal; serta keterlibatan orang tua dan masyarakat secara
instrinsik.
Berdasarkan konsep mutu pendidikan tersebut maka dapat dipahami bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada
penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor
proses pendidikan.Input pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam
batas-batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis
meningkatkan mutu pendidikan (school resources are necessary but not sufficient
condition to improve student achievement).
Selama tahun 2002 dunia pendidikan nasional ditandai dengan berbagai perubahan yang datang bertubi-tubi, serempak, dan
dengan frekuensi yang sangat tinggi. Belum tuntas sosialisasi perubahan yang
satu, datang perubahan yang lain. Beberapa inovasi yang mendominasi panggung
pendidikan selama tahun 2002 antara lain adalah Pendidikan Berbasis Luas
(PBL/BBE) dengan life skills-nya, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK/CBC),
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS/SBM), Ujian Akhir Nasional (UAN) pengganti
EBTANAS, pembentukan dewan sekolah dan dewan pendidikan kabupaten/kota. Setiap
pembaruan tersebut memiliki kisah dan problematiknya sendiri.
Fenomena yang menarik adalah perubahan itu umumnya memiliki sifat yang
sama, yakni menggunakan kata berbasis (based). Bila diamati lebih jauh,
perubahan yang “berbasis” itu umumnya dari atas ke bawah; dari pusat ke daerah; dari pengelolaan di tingkat atas menuju sekolah; dari pemerintah ke masyarakat; dari sesuatu yang sifatnya nasional menuju yang
lokal. Istilah-istilah lain yang populer dan memiliki nuansa yang sama dengan
“berbasis” adalah pemberdayaan (empowerment), akar rumput (grass-root), dari
bawah ke atas (bottom up), dan sejenisnya.
Simak saja label-label perubahan yang dewasa ini berseliweran dalam dunia
pendidikan nasional (kadang-kadang dipahami secara beragam): manajemen berbasis
sekolah (school based management), peningkatan mutu berbasis sekolah (school
based quality improvement), kurikulum berbasis kompetensi (competence based
curriculum), pengajaran/pelatihan berbasis kompetensi (competence based
teaching/training), pendidikan berbasis luas (broad based education), pendidikan
berbasis masyarakat (community based education), evaluasi berbasis kelas
(classroom based evaluation), evaluasi berbasis siswa (student based
evaluation) dikenal juga dengan evaluasi portofolio, manajemen pendidikan
berbasis lokal (local based educational management), pembiayaan pendidikan
berbasis masyarakat (community based educational financing), belajar berbasis
internet (internet based learning), kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
dan entah apa lagi.
Supriadi (2002:17) mengatakan: “orang yang mendalami teori difusi
inovasi akan segera tahu bahwa setiap perubahan atau inovasi dalam bidang apa
pun, termasuk dalam pendidikan, memerlukan tahap-tahap yang dirancang dengan
benar sejak ide dikembangkan hingga dilaksanakan”. Sejak awal, berbagai kondisi
perlu diperhitungkan, mulai substansi inovasi itu sendiri sampai
kondisi-kondisi lokal tempat inovasi itu akan diimplementasikan. Intinya, suatu
perubahan yang mendasar, melibatkan banyak pihak, dan dengan skala yang luas
akan selalu memerlukan waktu. Suatu inovasi mestinya jelas kriterianya, terukur
dan realistik dalam sasarannya, dan dirasakan manfaatnya oleh pihak yang
melaksanakannya.
Banyak inovasi pendidikan yang
diluncurkan di Indonesia dewasa ini kurang dihayati secara penuh oleh pelaksananya
(termasuk kepala sekolah), di samping secara konseptual
“cacat sejak lahir”, serba tergesa-gesa, serba instan, targetnya tidak
realistik, didasari asumsi yang linier seakan-akan suatu inovasi akan bergulir
mulus begitu diluncurkan dan secara implisit dimuati obsesi demi menanamkan
“aset politik” di masa depan. Maka sudah barang tentu inovasi model seperti ini
mengandung risiko kegagalan yang besar.
Kepemimpinan kepala sekolah
Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu
organisai karena sebagian besar keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi
ditentukan oleh kepemimpinan dalam organisasi tersebut. Yang dimaksud dengan kepemimpinan seperti yang dikemukakan oleh James M.
Black pada Manajemem: a Guide to Executive Command dalam (Sadili Samsudin,2006:287) adalah kemampuan meyakinkan dan
menggerakkan orang lain agar mau bekerja sama di bawah kepemimpinannya sebagai
suatu tim untuk mencapai suatu tujuantertentu.
Sementara R. Soekarto Indrafachrudi (2006:2) mengartikan kepemimpinan sebagai suatu kegiatan dalam membimbing
suatu kelompok sedemikian rupa sehingga tercapailah tujuan itu. Kemudian
menurut Maman Ukas (2004:268) kepemimpinan adalah kemampuan yang
dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi orang lain, agar ia mau
berbuat sesuatu yang dapat membantu pencapaian suatu maksud dan tujuan.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mempengaruhi orang lain untuk mau bekerja sama agar mau
melakukan tindakan dan perbuatan dalam mencapai tujuan bersama.
Kepala sekolah adalah seorang pemimpin sekolah atau pemimpin suatu lembaga tempat menerima dan memberi pelajaran. Kepala sekolah adalah seorang tenaga fungsional
guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan
proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang
memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. (Wahjosumidjo,2002:83). Kepala sekolah adalah seorang guru (jabatan
fungsional) yang diangkat untuk menduduki jabatan struktural (kepala sekolah) di sekolah. (Rahman, 2006:106). Kepala sekolah adalah sorang guru yang mempunyai
kemampuan untuk memimpin segala sumber daya yang ada pada suatu sekolah
sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan bersama.
Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling
berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Sebagaimana dikemukakan dalam
Pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun 1990 bahwa kepala sekolah bertanggungjawab
atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan
tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan
prasarana.
Kepala sekolah diangkat melalui prosedur serta persyaratan tertentu yang
bertanggung jawab atas tercapainya tujuan pendidikan melalui upaya peningkatan
profesionalisme tenaga kependidikan yang mengimplikasikan meningkatkanya
prestasi belajar peserta didik. Kepala sekolah yang professional akan berfikir
untuk membuat perubahan tidak lagi berfikir bagaimana suatu perubahan
sebagaimana adanya sehingga tidak terlindas oleh perubahan tersebut. Untuk
mewujudkan kepala sekolah yang professional tidak semudah membalikkan telapak
tangan, semua itu butuh proses yang panjang.Namun kenyataan dilapangan masih
banyak kepala sekolah yang tidak menjalankan tugas dan fungsinya sebagai
pemimpin pendidikan ini disebabkan karena dalam proses pengangkatannya tidak
ada trasnfaransi, rendahnya mental kepala sekolah yang ditandai dengan
kurangnya motivasi dan semangat serta kurangnya disiplin dalam melakukan tugas,
dan seringnya datang terlambat serta banyak faktor penghambat lainnya untuk
meningkatkan kualitas pendidikan yang mengimplikasikan rendahnya produktivitas
kerja kepala sekolah yang berimplikasi juga pada mutu (input, proses, dan
output).
Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan
kebijaksanaan kepemimpinan kepala sekolah yang merupakan salah satu pemimpin
pendidikan. Karena kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang profesional
dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber organisasi dan
bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan
pendidikan. Dengan keprofesionalan kepala sekolah ini pengembangan
profesionalisme tenaga kependidikan mudah dilakukan karena sesuai dengan
fungsinya, kepala sekolah memahami kebutuhan sekolah yang ia pimpin sehingga
kompetensi guru tidak hanya mandeg pada kompetensi yang ia miliki sebelumnya,
melainkan bertambah dan berkembang dengan baik sehingga profesionalisme guru
akan terwujud.
Sekolah sebagai pendidikan formal bertujuan membentuk manusia yang
berkepribadian, dalam mengembangkan intelektual peserta didik dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa.Kepala sekolah sebagai pemimpin pada sebuah
lembaga pendidikan formal, punya peran sangat penting dan menentukan
dalam membantu para guru dan muridnya.Didalam kepemimpinnya kepala sekolah harus dapat memahami, mengatasi dan memperbaiki
kekurangan-kekurangan yang terjadi di lingkunagn sekolah secara
menyeluruh.Untuk meningkatkan kualitas
pendidikan di sekolah yang dipimpinnya, seorang kepala sekolah harus mampu meningkatkan kinerja para pendidik
(baca: guru) termasuk
tenaga kependidikan yang berada di bawah kewenangannya.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seorang
guru.Maka sebagai pimpinan
tertinggi di sekolah, seorang
kepala sekolah harus mampu memberikan energi positif yang mampu menggerakkan para guru untuk melaksanakan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab sehingga kinerja mereka menjadi lebih baik dan lebih baik lagi.Sebagai pemimpin yang mempunyai pengaruh, seorang kepala
sekolah harus terus berusaha agar ide, nasehat, saran dan (jika perlu)instruksi dan perintah dan kebijakannya di ikuti oleh para guru binaannya. Dengan demikian ia dapat mengadakan perubahan-perubahan dalam cara
berfikir, dalam bersikap dan dalam bertindak atau berperilaku. Maka menjadi
tuntutan bagi seorang kepala sekolah harus selalu merefresh pengetahuan dan
wawasan keilmuannya agar nantinya dapat mendukung tugasnya sebagai seorang
pimpinan.
Banyak faktor penghambat
tercapainya kualitas kepemimpinan seorang kepala sekolah seperti proses
pengangkatannya tidak transparan, rendahnya mental kepala
sekolah yang ditandai dengan kurangnya motivasi dan semangat serta kurangnya
disiplin dalam melakukan tugas dan seringnya datang terlambat, wawasan kepala
sekolah yang masih sempit serta banyak faktor lain yang menghambat kinerja seorang kepala sekolah untuk meningkatkan kualitas
pendidikan pada lembaga yang dipimpinnya. Ini mengimplikasikan rendahnya produktivitas kerja kepala sekolah yang
berimplikasi juga pada mutu (input, proses dan output).
Dalam melaksanakan fungsi kepemimpinannya, kepala sekolah harus melakukan pengelolaan dan pembinaan terhadap
seluruh komponen sekolah melalui kegiatan
administrasi, manajemen dan kepemimpinan yang sangat tergantung pada kemampuan manajerial
seorang kepala sekolah.Sehubungan dengan itu, kepala
sekolah sebagai supervisor berfungsi untuk mengawasi, membangun, mengoreksi dan
mencari inisiatif terhadap jalannya seluruh kegiatan pendidikan yang
dilaksanakan di lingkungan sekolah. Disamping itu, kepala sekolah sebagai pemimpin lembaga
pendidikan berfungsi mewujudkan hubungan
manusiawi (human relationship) yang harmonis dalam rangka membina dan
mengembangkan kerjasama antar personal, agar secara serempak bergerak kearah
pencapaian tujuan melalui kesediaan melaksanakan tugas masing-masing secara bersungguh-sungguh
dan bertanggung jawab yang dalam bahasa sekarang dikemas dalam istilah
profesional.Oleh karena itu, segala
penyelenggaraan pendidikan akan mengarah kepada usaha meningkatkan mutu
pendidikan yang sangat dipengaruhi oleh guru dalam melaksanakan tugasnya secara
operasional. Untuk itu kepala sekolah harus melakukan supervisi sekolah yang
memungkinkan kegiatan operasional itu berlangsung dengan baik.
Profesionalisme kepemimpinan kepala sekolah
Profesionalisme adalah kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu
keahlian dan kewenangan yang berkaitan dengan mata pencaharian seseorang(Kusnandar (2007:46).Profesionalisme
merupakan sebutan yang mengacu pada sikap
mental dalam bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa
mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya(Mohamad Surya, 2007:214).
Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling
berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Oleh karena itu
seorang kepala sekolah haruslah orang yang profesional. Secara profesional
seorang kepala sekolah memiliki tugas-tugas sebagai berikut:
ü Kepala sekolah berperilaku
sebagai saluran komunikasi di lingkungan sekolah yang
dipimpinnya. Segala
informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan di sekolah harus
selalu terpantau oleh kepala sekolah.
ü Kepala sekolah bertindak dan bertanggungjawab atas segala
tindakan yang dilakukan oleh bawahan. Perbuatan yang dilakukan oleh para guru,
siswa, staf dan orang tua siswa tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab
kepala sekolah.
ü Dengan waktu dan sumber yang
terbatas seorang kepala sekolah harus mampu menghadapi berbagai
persoalan.Dengan segala keterbatasan, seorang kepala sekolah harus dapat
mengatur pendistribusian tugas secara cepat serta dapat memprioritaskan bila terjadi konflik antara
kepentingan bawahan dengan kepentingan sekolah.
ü Kepala sekolah harus berfikir
secara analitik dan konsepsional. Kepala sekolah harus dapat memecahkan
persoalan melalui satu analisis, kemudian menyelesaikan persoalan dengan satu
solusi yang feasible. Serta harus dapat
melihatsetiap tugas sebagai satu keseluruhan yang saling berkaitan.
ü Kepala sekolah adalah seorang mediator atau juru penengah. Dalam lingkungan
sekolah sebagai suatu organisasi di dalamnya terdiri dari manusia yang
mempunyai latar belakang yang berbeda-beda yang bisa menimbulkan konflik.Untuk itu kepala sekolah harus jadi penengah
dalam konflik tersebut.
ü Kepala sekolah adalah seorang
politisi. Kepala sekolah harus dapat
membangun hubungan kerja sama melalui pendekatan persuasi dan kesepakatan (compromise).
Peran politis kepala sekolah dapat berkembang secara efektif, apabila: (1)
dapat dikembangkan prinsip jaringan saling pengertian terhadap kewajiban
masing-masing, (2) terbentuknya aliansi atau koalisi, seperti
organisasi profesi, OSIS, BP3, komite sekolah dan sebagainya; (3) terciptanya kerjasama (cooperation) dengan berbagai
pihak, sehingga aneka macam aktivitas dapat dilaksanakan.
ü Kepala sekolah adalah seorang
diplomat. Dalam berbagai forum pertemuan kepala sekolah adalah
wakil resmi dari sekolah yang dipimpinnya.
ü Kepala sekolah harus mampu mengambil keputusan-keputusan sulit. Tidak ada satu organisasi pun yang berjalan mulus tanpa masalah. Demikian pula sekolah sebagai suatu organisasi
tidak luput dari persoalan dan kesulitan-kesulitan. Dan
apabila terjadi kesulitan-kesulitan, kepala sekolah diharapkan
berperan sebagai orang yang dapat menyelesaikan persoalan yang sulit tersebut (Wahjosumidjo (2002:97).
Dalam menjalankan kepemimpinannya, selain harus tahu dan paham tugasnya
sebagai pemimpin, yang tak kalah penting dari itu semua adalah seyogyanya kepala sekolah memahami dan mengetahui perannya. Adapun peran kepala sekolah dalam menjalankan peranannya sebagai manajer seperti
yang diungkapkan oleh Wahjosumidjo (2002:90) adalah: (a)Peranan hubungan antar
perseorangan; (b) Peranan informasional; (c) Sebagai pengambil keputusan.
Peranan hubungan antar perseorangan meliputi: Figureheadyang berarti lambang dengan pengertian kepala sekolah
sebagai lambang sekolah; Kepemimpinan (Leadership) artinyakepala sekolah adalah pemimpin yang harus
mampu menggerakkan seluruh sumber
daya yang ada di sekolah sehingga dapat melahirkan etos kerja dan produktifitas yang tinggi untuk
mencapai tujuan; Penghubung (liasion) artinyakepala sekolah menjadi penghubung antara
kepentingan sekolah dengan kepentingan lingkungan di luar sekolah. Sedangkan secara internal kepala sekolah menjadi
perantara antara guru (pendidik), tenaga kependidikan dan peserta didik (siswa).
Peranan informasional meliputi: kepala sekolah sebagai monitor artinyakepala sekolah harus selalu mengadakan pengamatan terhadap lingkungan
karena kemungkinan muncul informasi-informasi baru yang berpengaruh terhadap sekolah yang
dipimpinnya; kepala sekolah sebagai disseminator artinyakepala sekolah bertanggungjawab penuh untuk menyebarluaskan dan membagi-bagi
informasi kepada para guru (pendidik), tenaga kependidikansertaorang tua siswa; kepala sekolah sebagai spokesman artinyakepala sekolah memiliki tugas menyebarkan informasi kepada
lingkungan di luar sekolah yang dianggap perlu.
Sedangkanberkaitan dengan peranankepala sekolahsebagai pengambil keputusan meliputi: Enterpreneurartinyakepala sekolah selalu berusaha
memperbaiki penampilan sekolah melalui berbagai macam ide dan gagasan
pemikiran berupa program-program yang baru
serta melakukan survey untuk
mempelajari berbagai persoalan yang timbul di lingkungan sekolah; Disturbance handler (orang yang memperhatikan gangguan) artinyakepala sekolah harus mampu mengantisipasi gangguan
yang timbul dengan memperhatikan situasi dan ketepatan keputusan yang diambil; A Resource Allocater (orang yang menyediakan segala
sumber) artinya kepala sekolah bertanggungjawab
untuk menentukan dan meneliti siapa yang akan memperoleh atau menerima
sumber-sumber yang disediakan dan harus didelegasikan; A negotiator rolesartinyakepala sekolah harus mampu
mengadakan pembicaraan dan musyawarah dengan pihak luar dalam memenuhi kebutuhan sekolah.
Pembinaan kemampuan
profesional kepala sekolah
Banyak faktor yang dapat
menghambat tercapainya kualitas profesional kepemimpinan kepala sekolah, antara lain
berkaitan dengan proses pengangkatan seorang kepala
sekolah yang tidak transparan, rendahnya motivasi dan etos kerja, kurangnya disiplin dan tanggung
jawab dalam melaksanakan tugas, seringnya datang terlambat, sempitnya wawasan kepala sekolah, serta banyak faktor lain.
Wadah-wadah yang telah dikembangkan dalam pembinaan kemampuan profesional
kepala sekolah cukup banyak seperti Musyawarah Kepala Sekolah (MKS), Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS) sertaPusat Kegiatan Kepala Sekolah (PKKS).Disamping itu
peningkatan dapat dilakukan melalui pendidikan dengan program sarjana atau
pasca sarjana bagi para kepala sekolah sesuai dengan bidang keahliannya, sehingga tidak terlepas dari koridor
disiplin ilmu masing-masing.Dengan mengefektifkan MKKS semua
kesulitan dan permasalahan yang dihadapi oleh kepala sekolah dalam kegiatan
pendidikan dapat dipecahkan, dan diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan
di sekolah.
Kelompok diskusi profesi juga sangat penting artinya sehingga perlu dibentuk untuk mengatasi tenaga kependidikan yang
kurang semangat dalam melakukan tugas-tugas kependidikan di sekolah. Kelompok
diskusi profesi dapat melibatkan pengawas sekolah,
komite sekolah atau orang lain yang ahli dalam memecahkan masalah yang dihadapi
kepala sekolah dan tenaga kependidikan.
Hal lain adalah tersedianya buku yang
dapat menunjang kegiatan sekolah dalam mendorong visi menjadi aksi. Karena akan
sangat sulit untuk dapat mengembangkan dan
meningkatkan profesionalisme kepala sekolah jika tidak ditunjangkan oleh sumber
belajar yang memadai.
Selain itu kepala sekolah harus memiliki visi dan misi, serta strategi
manajemen pendidikan secara utuh yang berorientasi kepada mutu. Strategi ini
dikenal dengan manajemen mutu terpadu (MMT) atau kalau dunia bisnis dikenal
dengan nama total quality management (TQM), yang merupakan usaha sistematis
dan terkoordinasi untuk secara terus-menerus memperbaiki kualitas
layanan.Sedikitnya terdapat lima sifat layanan yang harus diwujudkan oleh
kepala sekolah agar “pelanggan” puas; yakni layanan sesuai dengan yang
dijanjikan (reliability), mampu menjamin kualitas pembelajaran (assurance), iklim
sekolah yang kondusif (tangible), memberikan perhatian penuh kepada
peserta didik (emphaty), dan cepat tanggap terhadap kebutuhan peserta
didik (responsiveness)
Dalam menumbuhkan kepala sekolah yang profesional dalam paradigma baru
manajemen pendidikan di sekolah diperlukan
adanya peningkatan disiplin untuk menciptakan iklim sekolah yang lebih kondusif
dan dapat memotivasi kerja, serta menciptakan budaya kerja dan budaya disiplin
para tenaga kependidikan dalam melakukan tugasnya di sekolah.
Kesimpulan
Perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, seni dan budaya ikut merambah dunia pendidikan, sehingga menuntut seorang kepala sekolah yang professional. Untuk itu kepala sekolah dihadapkan
pada tantangan untuk melaksanakan pengembangan pendidikan
secara terarah dan berkesinambungan.Peningkatan profesionalisme kepala sekolah
perlu dilaksanakan secara berkeinambungan dan
terencana dengan melihat permasalahan-permasalahan dan keterbatasan yang ada, sebab kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan
yang juga bertanggung jawab dalam meningkatkan profesionalisme pendidik (guru)
serta tenaga kependidikan lainnya.
Kepala sekolah yang professional akan mengetahui kabutuhan dunia pendidikan.Dengan begitu kepala sekolah akan melakukan penyesuaian-penyesuaian agar pendidikan berkembang
dan maju sesuai dengan kebutuhan pembangunan serta kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Melalui strategi perbaikan mutu inilah diharapkan dapat mengatasi masalah
rendahnya mutu pendidikan yang mengoptimalkan segala sumber daya yang terdapat
di sekolah.Upaya peningkatan profesionalisme kepala sekolah merupakan proses
keseluruhan dan organisasi sekolah serta harus dilakukan secara
berkesinambungan karena perubahan yang terjadi selalu
dinamis serta tidak bisa diprediksi sehingga kepala sekolah maupun tenaga
kependidikan harus selalu siap dihadapkan pada kondisi perubahan. Ada istilah
seorang tenaga pendidik yang tadinya professional belum tentu akan terus
profesional, bergitupun sebaliknya, tenaga
kependidikan yang tadinya tidak professional belum tentu akan selamanya tidak
professional. Dari pernyataan itu jelas kalau perubahan akan selalu terjadi dan
menuntut adanya penyasuaian sehingga kita dapat mengatasi perubahan tersebut
dengan penuh persiapan.
Dalam upaya peningkatan mutu sekolah dan profesionalisme kepala sekolah
harus ada pihak yang berperan dalam peningkatan mutu tersebut. Dan yang
berperan dalam peningkatan profesionalisme kepala sekolah adalah pengawas
sekolah yang juga merupakan pemimpin pendidikan yang bersama-sama kepala
sekolah memiliki tanggung jawab terhadap perkembangan sekolah.
Upaya peningkatan keprofesionalan kepala sekolah tidak akan terwujud begitu
saja tanpa adanya motivasi dan
adanya kesadaran dalam diri kepala sekolah tersebut serta semangat mengabdi
yang akan melahirkan visi kelembagaan maupun kemampuan konsepsional yang jelas.
Dan ini merupakan faktor yang paling penting sebab tanpa adanya kesadaran dan
motivasi semangat mengabdi inilah semua usaha yang dilakukan tidak akanmemberikan
hasil maksimal dan realisasinya juga tidak akan optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan,Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan
Profesionalisme Tenaga Kependidikan,Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002.
E. Mulyasa,Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.
Indarafachrudi, Soekarto, Bagaimana Memimpin Sekolah yang efektif, Bogor: Ghalia Indonesia, 2006.
Kusnandar, Guru Profesional, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2007.
Rahman (at all),Peran Strategis Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan,Jatinangor: Alqaprint, 2006.
Sagala, Syaiful,Administrasi Pendidikan Kontemporer,Bandung: Alfabeta, 2002.
Samsudin, Sadili, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2006.
Surya, Muhammad, Organisasi profesi, kode etik
dan Dewan Kehormatan Guru, 2007.
Toha, Miftah,Kepemimpinan dalam Manajemen, Jakarta: PT.Raja Grafindo, 2003.
Ukas, Maman,Manajemen, Bandung: Agini, 2004.
Uzer, Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.
Wahjosumidjo,Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.