A.
Evaluasi Tes
Evaluasi
hasil tes bertujuan mengetahui kualitas butir tes/butir soal sebelum digunakan.
Cara menalaah butir-butir tes adalah :
1. telaah
secara kualitatif, yakni oleh teman sejawat dalam rumpun keahlian yang sama,
2. telaah
secara kuantitatif, yakni analisis berdasarkan hasil uji coba atau hasil
penggunaan tes setelah diuji cobakan,
selanjutnya
hasil tes dianalisis untuk mengetahui tujuan pembelajarnan yang telah dicapai,
yaitu yang dinyatakan dengan penguasaan kemampuan dasar.
Persyaratan untuk menyiapkan butir-butir
tes dengan baik adalah :
1. menguasai
materi yang diujikan,
2. menguasai
penulisan soal, dan
3. menguasai
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Telaah butir tes dilakukan terhadap beberapa
asek, yaitu :
1. Aspek
materi berkaitan dengan subtansi keilmuan yang ditanyakan serta tingkat berikir
yang terlibat.
2. Aspek
konstruksi berkaitan dengan teknik penulisan soal yang baik, yaitu bentuk
objektif dan non-objektif.
3. Aspek
bahas berkaitan dengan kekomunikatifan/kejelasan hal yang ditanyakan.
Kualitas butir soal juga dilihat dari
tingkat berfikir yang diperlukan dalam mengerjakan soal. Apabila digunakan
taksonmi ranah kognitif menurut Bloom, sebaiknya soal lebih banyak pada aspek
pemahaman, aplikasi, dan analisi.
Aplikasi yang dimaksud adalah yang belum diajarkan, namun konsepnya
sudah diajarkan. Untuk menyiapkan soal harus dilakukan secara bertahap, misal
setiap selesai mengajar disiapkan suatu soal untuk suatu konsep tertentu.
Kelemahan konsep ini adalah lebih banyak soal yang menanyakan tentang hafalan
saja, sering waktu yang disediakan untuk mengerjakan soal ujian tidak cukup.
Untuk pengecoh dalam bentuk soal pilihan ganda lebih sebaiknya jawaban salah
siswa ketika mengerjakan soal uraian. Contoh
format telaah butir soal ditinjau dari aspek materi, konstruksi, dan bahasa
dapat dilihat pada Lampiran 3
Ketidaktercapaian suatu konsep atau tema
dalam kemampuan dasar bisa di sebabkan beberapa hal, antara lain :
1. Kemampuan
siswa yang rendah,
2. Kemampuan
guru dalam media termasuk metoder ajar dan pembelajaran, dan
3. Bahan
ajar yang tergolong sulit, dan tidak ada atau kurangnya peran mata pelajaran
pendukung.
Setelah
ujian, semua guru harus memiliki informasi tentang kemampuan dasar yang sulit
dipahami siswa untuk dibicarakan di tingkat sekolah terutama dengan sesama
pengajar mata pelajaran yang sama.
Beberapa sumber kesalahan pengukuran
antara lain :
1. Pada
penentuan materi ujian.
2. Pihak
yang diukur, untuk mengatasinya harus dilakukan banyak pengukuran.
3. Pihak
yang mengukur, pihak pengukur harus dilatih agar menyusun alat ukur dengan baik
dan mampu menyelenggarakan pengukuran dengan kondisi standar.
4. Lingkungan
Kesalahan pada subyek yang diukur sering
disebabkan bias atau subyektifitas dalam melakukan pengukuran dan penilaian.
Bias berarti mereka yang memilik kemampuan yang sama tetapi hasil tes tidak
sama. Untuk mengatasinya, soal tes harus benar-benar ditelaah dan dianalisis
serta disediakan pedoman penyekoran dan penilaian agar lebih obyektif.
Pada dasarnya, pengukuran dilakukan
terhada satu dimensi yaitu ada dimensi kognitif, dimensi psikomotor, dimensi
afektif. Apabila ingin mengukur kemampuan siswa dalam beberapa dimensi seperti
dimensi kemampuan berfikir, keterampilan mengerjakan tugas, dan dimensi
keuletan, maka ketiga dimensi itu harus diukur sendiri-sendiri dan hasilnya
dinyatakan dalam bentuk profil siswa dalam tiga dimensi tersebut.
Setelah butir-butir tes/butir-butir soal
ditelaah, selanjutnya dalam pengembangan tes adalah pengumpulan data empiris
melalui pengujian. Untuk uji coba skala besar seperti ujian tingkat regional
atau nasional, hasilnya dimasukkan ke dalam bank soal. Untuk soal buatan guru
yang digunakan di kelas, uji coba tes tidak perlu dilakukan. Apabila hal ini
sering dilakukan dengan memperhatikan atau dilakukan dalam evaluasi tes yaitu
analisis butir tes/soal dan perakitan tes, maka kemampuan guru membuat tes yang
baik akan tercapai.
1. Analisis
butir tes/soal
Ada dua cara untuk menganilis soal,
yaitu :
a. Analisis
soal secara teoritik atau kualitatif
Analisis ini dilakukan sebelum
dilakukan uji coba yakni dengan dengan cara mencermati butir-butir soal yang
telah disusun, dilihat dari kesesuain dengan kemampuan dasar dan indikator yang
diukur, serta pemenuhan persyaratan bai aspek materi, konstruks, dan bahasa.
b. Analisis soal secar empiris atau kuantitatif
Ada dua cara melakukan analisis
kuanitatif yaitu :
i.
Analisis cara klasik
Analisis butir soal
secara klasik dibedakan menjadi dua macam berdasarkan tujuan penilaian. Jika
menggunakan pendekatan penilaian acuan kriteria , maka kriteria butir soal yang
digunakan harus emenuhi standar butir soal acuan kriteria (criterion referenced test). Demikian pula jika menggunakan
pendekatan penilaian acuan norma, maka butir soal harus memenuhi standar sebagai
buir soal acuan orma (orm referenced test).
2. Analisis
butir soal acuan kriteria
Tujuan penilaian acuan kriteria adalah
mengetahui kemampuan seseorang menurut kriteria tertentu. Jika menggunakan
penilaian formatif, maka penilaian acuan kriteria diterapkan untuk mengetahui
sejauhmana keampuan yang ditargetkan dapat dikuasai oleh siswa. Dengan
demikian, syarat utama yang harus dipenuhi adalah butir-butir soal yang
digunakan harus mencerminkan indikator kemampuan yang ditargetkan agar
pembelajaran yang diselenggarakan berubah ke arah yang lebih baik, baik dlam
kognitif, afektif, maupun psikomotor.
Tingkat pencapaian
suatu kemampuan dasar adalah proposi jumlah peserta tes yang menjawab benar
terhadap indikator kemampuan dasar yang bersangkutan, dilambangkan dengan rumus
:
P = tingkat pencapain (proportion correc)
B = jumlah peserta tes yang menjawab benar
T
= jumlah seluruh peserta tes
Jikasemua siswa berhasil menguasai suatu
indikator kemampuan dasar, maka P = 1 dan butir soal tersebut dinyatakan mudah
oleh siswa. Jika didapat P= 0, berarti semua siswa gagal mengusainya. Bila
hasil empiris p = 0 dan hasi kualitatif P = 1, maka dapat ditafsirkan siswa
belum menguasai kemampuan dasar atau proses pembelajaran yang telah
dilaksanakan belum berhasil mencapai tujuan.
Kriteria utama butir soal acuan kriteria
tercermin dari besarnya harga indeks
sensitivitas yang menunjukkan efektifitas proses pembelajaran. Hal ini dapat
diketahui bila dilakukan prostest dan
posttest
(Gronlund
dan Linn, 1990)
Indeks sensisifitas butir soal memiliki interval -1
sampai dengan 1. Indeks sensitivitas suatu butir soal (Is) ujian formatif:
=
Banyak siswa yang berhasil mengerjakan suatu butir soal sesudah proses
pembelajaran.
=
Banyak siswa yang berhasil mengerjakan suatu butir soal sebelum proses
pembelajaran.
T = Banyak siswa yang
mengikuti ujian
Jika tidak ada pree
test maka nilai dilihat dari postes. Jika tingkat pencapaian suatu butir kecil
maka proses pembelajaran tidak efektif. Jika hasil analisis secara kualitatif
menunjukkan bahwa baik dari aspek materi konstruksi maupun bahasa tes memenuhi
sayarat.
Pemakaian indeks daya pembeda butir
untuk butir soal acuan kriteria pada dasarnya adalah perbandingan antara
banyaknya anggota kelompok yang berhasil (kelompok atas) dan banyaknya kelompok
yang gagal (kelompok bawah).
Daya beda dinyatakan baik jika
minimum besarnya 0,3. Jika seluruh siswa berhasil menguasai indikator suatu
kemampuan dasar maka indeks daya beda sebesar 0. Namun butir ini tetap
dinyatakan baik dan dapat digunakan dalam proses pembelajaran manakala seluruh
siswa mengalami proses tidakdapat mengerjakan suatu butir soal yang
bersangkutan.
Seluruh siswa sebelum
mengalami prosespembelajrana tidak dapat mengerjakan butir soal yang
bersangkutan. Dengan kata lain, jika sebelum pembelajaran siswa belum
mdenguasai indikator kemampuan dasar yang dimaksud, dan setelah pembelajaran
seluruh siswa berhasil mengerjakan butir soAl yang dijadikan indikator
kemampuan dasar tersebut, maka butir soalnya tetap dinyatakan baik atau tetap
dapat dipakai untuk mengukur keberhasilan belajar
Berdasar uraian diatas dalam ubtuk
mengukur pencapaian kemampuan dasar yang telah berhasil dikuasai.
b. analisis butir soal
acuaan norma
tujuan penilaian acuan
norma adalah unuk mengetahui kedudukan siswa dalam kelompoknya(dalam kelas).
Oleh karena itu butir-butir soal yang dipakai dalam ujian tidak boleh terlalu
sukar/ terlalu mudah. Sehingga indeks kesukarannya 0,3-0,7 dan harus dapat
membedakan mahasiswa yang pandai dan yang tidak pandai dalam suatu kelas yang
tercermin dari besarnya harga indeks daya beda 0,3.
c. analisis menurut
teori respon butiri
Apa yang diuraikan
diatas adalah model analisis butir yang klasik dengan asumsi bahwa:
1.
Tidak
ada korelasi antara skor yang sebenarnya dan skor kesalahan
2.
Sepanjang
tidak terjadi kesalahan sistematik tidak ada korelasi.
3.
Besarnya
merata keslahan acak = 0.
Penggunaan
teori klsik dalam menganilis butir memilki beberapa kelemahan sebagai berikut:
1.
Stasistik
butir tes berupa tingkat kesukaran dan daya beda butir soal.
2.
Estimasi
kemampuan peserta tergantug pada butir soal yang di ujikan.
3.
Estimasi
skor kesalahan berlaku untuk semua peserta tes.
4.
Di
dalam tidak informasi tenetang respon peserta ujian terhadap setiap butir soal.
5.
Estimasi
keterandalan alat tes dengan tehnik belah dua, belah tiga, kron, beach alpha
dan sebagainya menggunakan asumsi paralel yang sudaa dipenuhi.
Kareana
ada kelemahan-kelemahan tersebut muncullah teori respon butir yang berusaha
mengatasi kelemahan tersebut.
Untuk kerja seseorang terhadap suatu
butir soal tidak mempengaruhi butir soal yang lain. Dengan demikian respons
seseorang terhadap masing-masing butir soal bersifat independent atau tepatnya
local-independent. Berdasarkan teori respon butir soal hubungan setiap butir
soal mempunyai kurva karakteristik butir yang merupakan kurva regresi non
linier skor butir terhadap kemampuan. Fungsi tersebut menggambarkan hubungan
peluang sukses menjawab suatu butir soal dengan kemampuan yang diukur oleh
butir soal.
Kurva karakteristik butir dinyatakan
dengan 3 fungsi matematika yang menghasilkan model logistik 1 parameter, 2
parameter, dan 3 parameter. Model logistik 1 parameter dikembangkan oleh Rasch
tahun 1966 dan dilanjutkan oleh Wright(Hambleton dan Swaminathan,1985).
Parameter suatu butir merupakan tingkat kesukaran butir dengan daya pembeda
dianggap sama dan coba dianggap sama dengan 0.
Model
logistik dengan tiga parameter menyatakan bahwa kemampuan seseorang tercermin
dari tingkat kesukaran butir, daya pembeda, dan pseudoguessing. Dengan tiga
model tesebut kemudian dikembangkan perhitungan dengan berbantuan komputer
bagaimana cara menentukan kualitas suatu butir soal baik dengan model logistik
dengan satu parameter, dua parameter, maupun tiga parameter.
Kelebihan dari analisis butir soal
yang mendasarkan diri pada teori respon butir yaitu mampu memberikan
perhitungan yang akurat terhadap skor akhir yang diperoleh dua orang testi
berbeda sebarannya meskipun banyaknya skor yang benar di antara mereka adalah
sama.
Meskipun pendekatan secara klasik
memiliki kelemahan dibandingkan dengan pendekatan dengan pendekatan berdasar
teori respon butir, namun pendekatan
dengan teori respon butir memerlukan jumlah testi yang besar (minimum 500
orang) untuk uji cobanya.
Mas, tambahi seng hal 59 yo, kurang seng nmer 2
B. Analisis
Hasil Tes dan Tindak Lanjutnya
Bagi siswa, hasil tes yang
diselenggarakan oleh guru mempunyai kegunaan yaitu:
1.
Dapat mengetahui
apakah ia sudah memahami bahan yang disajikan guru.
2.
Dapat mengetahui
bagian mana yang belum dikuasainya sehingga ia berusaha mempelajarinya sebagai
upaya perbaikan.
3.
Dapat menjadi
penguatan bagi siswa yang sudah memperoleh skor tinggi dan menjadi dorongan
untuk belajar lagi.
4.
Dapat menjadi
diagnosis siswa.
Agar
dapat memanfaatkan hasil ujian secara efektif, perlu dilakukan analisis
terhadap hasil ujian yang telah dicapai siswa. Caranya dengan membuat tabel
spesifikasi yang menunjukkan konsep/subkonsep atau tema/subtema kemampuan dasar
mana yang belum dikuasai siswa.
Contoh:
tabel spesifikasi hasil tes analisis hasil tes mata pelajaran Biologi
Nama:
Fredi Kelas:
IA
Kemampuan Dasar
|
Jumlah butir
|
Jumlah yang betul
|
Persen pencapaian
|
Penguasaan
|
Keterangan
|
1.
Mendeskripsi
keterampilan dasar dan keterampilan proses sains.
|
20
|
15
|
75
|
V
|
Menguasai seluruh keterampilan proses
IPA berupa metabulasi data, membuat grafik, dan memaknakan tabel/grafik,
tetapi belum menguasai proses IPA dalam hal melakukan inferensi, prediksi,
dan menentukan variabel bebas dan variabel terikat.
|
2.
Mengenal
langkah-langkah pemecahan masalah melalui metode eksperimen (percobaan).
|
30
|
15
|
50
|
|
Hanya menguasai kemampuan merumuskan
tujuan dan manfaat percobaan, menentukan treatment dan menentukan kelompok
kontrol. Belum menguasai kemampuan merumuskan persoalan, memilih hal-hal yang
harus dimuat dalam tinjau pustaka, merumuskan hipotesis, dan menyiapkan tabel
hasil percobaan.
|
Standar
Keberhasilan: batas penguasaan 75%