Selasa, 26 Februari 2013

KALIMAT EFEKTIF DAN PERMASALAHANNYA

KALIMAT EFEKTIF DAN PERMASALAHANNYA


1. Pendahuluan
            Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi yang digunakan manusia dengan sesama anggota masyarakat lain pemakai bahasa itu. Bahasa itu berisi pikiran, keinginan, atau perasaan yang ada pada diri si pembicara atau penulis. Bahasa yang digunakan itu hendaklah dapat mendukung maksud secara jelas agar apa yang dipikirkan, diinginkan, atau dirasakan itu dapat diterima oleh pendengar atau pembaca. Kalimat yang dapat mencapai sasarannya secara baik disebut dengan kalimat efektif.
Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat dan dapat dipahami oleh pendengar/pembaca secara tepat pula. Kalau gagasan yang disampaikan sudah tepat, pendengar/pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah, jelas, dan lengkap seperti apa yang dimaksud oleh penulis atau pembicaranya. Akan tetapi, kadang-kadang harapan itu tidak tercapai. Misalnya, ada sebagian lawan bicara atau pembaca tidak memahami apa maksud yang diucapkan atau yang dituliskan.
            Supaya kalimat yang dibuat dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat, unsur kalimat-kalimat yang digunakan harus lengkap dan eksplisit. Artinya, unsur-unsur kalimat seharusnya ada yang tidak boleh dihilangkan. Sebaliknya, unsur-unsur yang seharusnya tidak ada tidak perlu dimunculkan. Kelengkapan dan keeksplisitan semacam itu dapat diukur berdasarkan keperluan komunikasi dan kesesuaiannya dengan kaidah (Mustakim, 1994:86).
            Dalam karangan ilmiah sering kita jumpai kalimat-kalimat yang tidak memenuhi syarat sebagai bahasa ilmiah. Hal ini disebabkan oleh, antara lain, mungkin kalimat-kalimat yang dituliskan kabur, kacau, tidak logis, atau bertele-tele. Dengan adanya kenyataan itu, pembaca sukar mengerti maksud kalimat yang kita sampaikan karena kalimat tersebut tidak efektif. Berdasarkan kenyataan inilah penulis tertarik untuk membahas kalimat efektif dengan segala permasalahannya.

2. Pembahasan
            Menurut Nazar (1991, 44:52) ketidakefektifan kalimat dikelompokkan menjadi (1) ketidaklengkapan unsur kalimat, (2) kalimat dipengaruhi bahasa Inggris, (3) kalimat mengandung makna ganda, (4) kalimat bermakna tidak logis, (5) kalimat mengandung gejala pleonasme, dan (6) kalimat dengan struktur rancu.

2.1 Ketidaklengkapan Unsur Kalimat
            Seperti yang sudah dibicarakan sebelumnya bahwa kalimat efektif harus memiliki unsur-unsur yang lengkap dan eksplisit. Untuk itu, kalimat efektif sekurang-kurangnya harus mengandung unsur subjek dan predikat. Jika salah satu unsur atau kedua unsur itu tidak terdapat dalam kalimat, tentu saja kalimat ini tidak lengkap. Adakalanya suatu kalimat membutuhkan objek dan keterangan, tetapi karena kelalaian penulis, salah satu atau kedua unsur ini terlupakan. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut.
(1)         Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif.
(2)         Masalah yang dibahas dalam penenelitian ini.
(3)         Untuk membuat sebuah penelitian harus menguasai metodologi penelitian.
(4)         Bahasa Indonesia yang berasal dari Melayu.
(5)         Dalam rapat pengurus kemarin sudah memutuskan.
(6)         Sehingga masalah itu dapat diatasi dengan baik.
Kalau kita perhatikan kalimat di atas terlihat bahwa kalimat (1) tidak memiliki subjek karena didahului oleh kata depan dalam;  kalimat (2) dan (4) tidak memiliki predikat hanya memiliki subjek saja; kalimat (3) tidak memiliki subjek; kalimat (5) tidak memiliki subjek dan objek; kalimat (6) tidak memiliki subjek dan predikat karena hanya terdiri atas keterangan yang merupakan anak kalimat yang berfungsi sebagai keterangan. Agar kalimat-kalimat di atas menjadi lengkap, kita harus menghilangkan bagian-bagian yang berlebih dan menambah bagian-bagian yang kurang sebagaimana terlihat pada contoh berikut.
(1a)   Penelitian ini menggunakan metode deskriptif.
(1b)   Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif.
(2a)   Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah jenis dan makna konotasi  teka-teki dalam bahasa Minangkabau.
(3a)   Untuk membuat sebuah penelitian kita harus menguasai metodologi penelitian.
(4a)   Bahasa Indonesia berasal dari Melayu.
(5a)   Dalam rapat pengurus kemarin kita sudah memutuskan program baru.
(6a)   Kita harus berusaha keras sehingga masalah itu dapat diatasi dengan baik.

2.2 Kalimat Dipengaruhi Bahasa Inggris
            Dalam karangan ilmiah sering dijumpai pemakaian bentuk-bentuk di mana, dalam mana, di dalam mana, dari mana, dan yang mana sebagai penghubung. Menurut Ramlan (1994:35-37) penggunaan bentuk-bentuk tersebut kemungkinan besar dipengaruhi oleh bahasa asing, khususnya bahasa Inggris. Bentuk di mana sejajar dengan penggunaan where, dalam mana dan di dalam mana sejajar dengan pemakaian in which, dan yang mana sejajar dengan which. Dikatakan dipengaruhi oleh bahasa Inggris karena dalam bahasa Inggris bentuk-bentuk itu lazim digunakan sebagai penghubung sebagaimana terlihat pada contoh berikut.
(7)         The house where  he live very large.
(8)         Karmila opened the album in which he had kept her new photogragraph.
(9)         If I have no class, I stay at the small building from where  the sound of gamelan can be heard smoothly
(10)     The tourism sector which is the economical back bone of country must always be intensified.
Pemakaian bentuk-bentuk di mana, dalam mana, di dalam mana, dari mana, dan yang mana sering ditemui dalam tulisan seperti yang terlihat pada data berikut.

(11)     Kantor di mana dia bekerja tidak jauh dari rumahnya.
(12)     Kita akan teringat peristiwa 56 tahun yang lalu di mana waktu itu bangsa Indonesia telah berikrar.
(13)     Rumah yang di depan mana terdapat kios kecil kemarin terbakar.
(14)     Sektor pariwisata yang mana merupakan tulang punggung perekonomian negara harus senantiasa ditingkatkan.
(15)     Mereka tinggal jauh dari kota dari mana lingkungannya masih asri.
Bentuk-bentuk di mana, di depan mana, dari mana, yang mana, dan dari mana dalam bahasa Indonesia dipakai untuk menandai kalimat tanya. Bentuk di mana dan dari mana dipakai untuk menyatakan ‘tempat’, yaitu ‘tempat berada’ dan ‘tempat asal’, sedangkan yang mana untuk menyatakan pilihan. Jadi, kalimat (11-15) di atas seharusnya diubah menjadi:
(11a)    Kantor tempat dia bekerja tidak jauh dari rumahnya.
(12a)    Kita akan teringat peristiwa 56 tahun yang lalu yang waktu itu bangsa Indonesia telah berikrar.
(13a)    Rumah yang di depan   kios kecil kemarin terbakar.
(14a)    Sektor pariwisata yang merupakan tulang punggung perekonomian negara harus senantiasa ditingkatkan.
(15a)    Mereka tinggal jauh dari kota yang lingkungannya masih asri.

2.3 Kalimat Mengandung Makna Ganda
            Agar kalimat tidak menimbulkan tafsir ganda, kalimat itu harus dibuat selengkap mungkin atau memanfaatkan tanda baca tertentu. Untuk lebih jelasnya perhatikan data berikut.
(16)     Dari keterangan masyarakat daerah itu belum pernah diteliti.
(17)     Lukisan Basuki Abdullah sangat terkenal.
Pada kalimat (16) di atas terdapat dua kemungkinan hal yang belum pernah diteliti yaitu masyarakat di daerah itu atau daerahnya. Agar konsep yang diungkapkan kalimat itu jelas, tanda koma harus digunakan sesuai dengan konsep yang dimaksudkan. Kalimat (16) tersebut dapat ditulis sebagai berikut.
(16a)    Dari keterangan (yang diperoleh), masyarakat daerah itu belum pernah diteliti.
(16b)    Dari keterangan masyarakat, daerah itu belum pernah diteliti.
Pada kalimat (17) terdapat tiga kemungkinan ide yang dikemukakan, yaitu yang sangat terkenal adalah lukisan karya Basuki Abdullah atau lukisan diri Basuki Abdullah atau lukisan milik Basuki Abdullah seperti yang terlihat data  data (17a), (17b), dan (17c) berikut.
(17a)    Lukisan karya Basuki Abdullah sangat terkenal.
(17b)    Lukisan diri Basuki Abdullah sangat terkenal.
(17c)    Lukisan milik  Basuki Abdullah sangat terkenal.
Pemakaian tanda hubung juga dapat digunakan untuk memperjelas ide-ide yang diungkapkan pada frase pemilikan. Untuk lebih jelasnya, perhatikan berikut.
(18)     Ani baru saja membeli buku sejarah baru.
Kalimat (18) di atas mengandung ketaksaan yaitu yang baru itu buku sejarahnyakah atau sejarahnya yang baru. Untuk menghindari ketaksaan makna, digunakan tanda hubung agar konsep yang diungkapkan jelas sesuai dengan yang dimaksudkan. Kalimat (18a) yang baru adalah buku sejarahnya, sedangkan kalimat (18b) yang baru adalah sejarahnya.
(18a)    Ani baru saja membeli buku-sejarah baru.
(18b)    Ani baru saja membeli buku sejarah-baru.

2.4 Kalimat Bermakna Tidak Logis
            Kalimat efektif harus dapat diterima oleh akal sehat atau bersifat logis. Kalimat (19) berikut tergolong kalimat yang tidak logis.
(19)     Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah selesailah makalah ini.
Kalau kita perhatikan secara sepintas kalimat (19) di atas tampaknya tidak salah. Akan tetapi, apabila diperhatikan lebih seksama ternyata tidak masuk akal. Seseorang untuk menyelesaikan sebuah makalah harus bekerja dulu dan tidak mungkin makalah itu akan dapat selesai hanya dengan membaca alhamdulillah. Jadi, supaya kalimat itu dapat diterima, kalimat itu dapat diubah menjadi:
(20a) Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Mahakuasa karena dengan izin-Nya jualah makalah ini dapat diselesaikan.

2.5 Kalimat Mengandung Pleonasme
            Kalimat pleonasme adalah kalimat yang tidak ekonomis atau mubazir karena ada terdapat kata-kata yang sebetulnya tidak perlu digunakan. Menurut Badudu (1983:29) timbulnya gejala pleonasme disebabkan oleh (1) dua kata atau lebih yang sama maknanya dipakai sekaligus dalam suatu ungkapan, (2) dalam suatu ungkapan yang terdiri atas dua patah kata, kata kedua sebenarnya tidak diperlukan lagi sebab maknanya sudah terkandung dalam kata yang pertama, dan (3) bentuk kata yang dipakai mengandung makna yang sama dengan kata kata lain yang dipakai bersama-sama dalam ungkapan itu. Contoh-contoh pemakaian bentuk mubazir dapat dilihat berikut ini.
(20)     Firmarina meneliti tentang teka-teki bahasa Minangkabau.
(21)     Banyak pemikiran-pemikiran  yang dilontarkan dalam pertemuan tersebut.
(22)     Pembangunan daripada waduk itu menjadi sisa-sia pada musim kemarau panjang ini.
(23)     Air sumur  yang digunakan penduduk tidak sehat untuk digunakan.
(24)     Jika  dapat ditemukan beberapa data lagi, maka  gejala penyimpangan perilaku itu dapat disimpulkan.
Pada kalimat (20) kata tentang (preposisi lainnya) yang terletak antara predikat dan objek tidak boleh digunakan karena objek harus berada langsung di belakang predikat. Pada kalimat (21) kata pemikiran  tidak perlu diulang karena bentuk jamak sudah dinyatakan dengan menggunakan kata banyak. Atau dengan kata lain, kata banyak dapat juga dihilangkan. Pada kalimat (22) kata daripada tidak perlu digunakan karena antara unsur-unsur frase pemilikan tidak diperlukan preposisi. Pada kalimat (23) terdapat pengulangan keterangan ‘yang digunakan’. Pengulangan ini tidak perlu. Pada kalimat (24) terdapat dua buah konjungsi yaitu jika  dan maka. Dengan adanya dua konjungsi ini, tidak diketahui unsur mana sebagai induk kalimat dan unsur mana sebagai anak kalimat. Dengan demikian kedua unsur itu merupakan anak kalimat. Jadi, kalimat (24) tidak mempunyai induk kalimat. Kalau begitu, satu konjungsi harus dihilangkan supaya satu dari dua unsur itu menjadi induk kalimat. Jadi, kalimat-kalimat (20-24) dapat diubah menjadi kalimat efektif sebagaimana terlihat pada data berikut.
(20a)    Firmarina meneliti  teka-teki bahasa Minangkabau.
(21a)    Banyak pemikiran-pemikiran baru  dilontarkan dalam pertemuan tersebut.
(21b)    Pemikiran-pemikiran baru  dilontarkan dalam pertemuan tersebut.
(22a)    Pembangunan waduk itu menjadi sisa-sia pada musim kemarau panjang ini.
(23a)    Air sungai yang digunakan penduduk tidak sehat.
(24a)    Jika  dapat ditemukan beberapa data lagi, gejala penyimpangan perilaku itu dapat disimpulkan.

            Berikut ini akan dicontohkan kalimat pleonasme yang terdiri atas dua kata atau lebih yang mempunyai makna yang hampir sama.
(25)     Kita harus bekerja keras agar supaya tugas ini dapat berhasil.
Kalimat (25) akan efektif jika diubah menjadi:
(25a)    Kita harus bekerja keras supaya tugas ini dapat berhasil.
(25b)    Kita harus bekerja keras agar tugas ini dapat berhasil.

4.6 Kalimat dengan Struktur Rancu
            Kalimat rancu adalah kalimat yang kacau susunannya. Menurut Badudu (1983:21)  timbulnya kalimat rancu disebabkan oleh (1) pemakai bahasa tidak mengusai benar struktur bahasa Indonesia yang baku, yang baik dan benar, (2) Pemakai bahasa tidak memiliki cita rasa bahasa yang baik sehingga tidak dapat merasakan kesalahan bahasa yang dibuatnya, (3) dapat juga kesalahan itu terjadi tidak dengan sengaja. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh berikut.
(26)     Dalam masyarakat Minangkabau mengenal sistem matriakat.
(27) Mahasiswa dilarang tidak boleh memakai sandal kuliah.
(28) Dia selalu mengenyampingkan masalah itu.
Kalimat (26) di atas disebut kalimat rancu karena kalimat tersebut tidak mempunyai subjek. Kalimat (26) tersebut dapat diperbaiki menjadi kalimat aktif (26a) dan kalimat pasif (26b). Sementara itu, kalimat (27) terjadi kerancuan karena pemakaian kata dilarang  dan tidak boleh disatukan pemakaiannya. Kedua kata tersebut sama maknanya. Jadi,  kalimat (27) dapat diperbaiki menjadi kalimat (27a) dan (27b). Pada kalimat (28) kerancuan terjadi pada pembentukan kata dan kalimat tersebut dapat diperbaiki menjadi kalimat (28a).
(26a)  Masyarakat Minangkabau mengenal sistem matriakat.
(26b) Dalam masyarakat Minangkabau dikenal sistem matriakat.
(27a)  Mahasiswa dilarang memakai sandal kuliah.
(27b) Mahasiswa tidak boleh memakai  sandal kuliah.
(28a)  Dia selalu mengesampingkan masalah itu.

            Di samping itu, juga terdapat bentukan kalimat yang tidak tersusun secara sejajar. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut.
(29)      Program kerja ini sudah lama diusulkan, tetapi pimpinan belum menyetujui.
Ketidaksejajaran bentuk pada kalimat di atas disebabkan oleh penggunaan bentuk kata kerja pasif diusulkan yang dikontraskan dengan bentuk aktif menyetujui. Agar menjadi sejajar, bentuk pertama menggunakan bentuk pasif, hendaknya bagian kedua pun menggunakan bentuk pasif. Sebaliknya, jika yang pertama aktif, bagian kedua pun aktif. Dengan demikian, kalimat tersebut akan memiliki kesejajaran jika bentuk kata kerja diseragamkan menjadi seperti di bawah ini.
(29a)       Program kerja ini sudah lama diusulkan, tetapi belum disetujui pimpinan.
(29b)       Kami sudah lama mengusulkan program ini, tetapi pimpinan belum menyetujuinya.

3. Penutup
            Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat dan dapat dipahami oleh pendengar/pembaca secara tepat pula. Akan tetapi, membuat kalimat efektif tidaklah gampang karena memerlukan keterampilan tersendiri. Kesalahan yang banyak ditemukan dapat dikelompokkan sebagai berikut, yaitu (1) ketidaklengkapan unsur kalimat, (2) kalimat dipengaruhi bahasa Inggris, (3) kalimat mengandung makna ganda, (4) kalimat bermakna tidak logis, (5) kalimat mengandung gejala pleonasme, dan (6) kalimat dengan struktur rancu.

Daftar Pustaka

Ali, Lukman dkk. 1991. Petunjuk Praktis Berbahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Badudu, J.S. 1983. Membina Bahasa Indonesia baku. Bandung: Pustaka Prima.
Badudu, J.S. 1991. Pelik-pelik Bahasa Indonesia .Bandung: Pustaka Prima.
Mustakim. 1994. Membina Kemampuan berbahasa: Panduan ke Arah Kemahiran Berbahasa. Jakarta:Gramedia pustaka Prima.
Ramlan, M. dkk. 1994. Bahasa Indonesia yang Salah dan Yang Benar. Yogyakarta: Andi Offset Yogyakarta.
Nazar, Noerzisri A. 1991. Bahasa indonesia Ragam Ilmiah dan Kumpulan Soal Ujian Bahasa Indonesia. Bandung.
















JENIS TINDAK TUTUR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG
PASAMBAHAN MANANTI MARAPULAI


Abstrak
Artikel ini membahas jenis tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung Pasambahan Mananti Marapulai di Kota Madya Solok. Dalam tindak tutur langsung harus ada kesuaian antara modus yang digunakan dengan konvensi sintaksis. Sementara itu, dalam jenis tindak tutur tidak langsung terdiri dari (i) konstruksi deklaratif melahirkan makna perintah dan bertanya; (ii) konstruksi interogatif memiliki makna perintah dan propsosisi; (iii) konstruksi imperatif memiliki muatan makna propsosisi dan bertanya.

1. Pendahuluan
            Pasambahan merupakan bentuk sastra yang disampaikan dalam sambah-manyambah  oleh dua orang atau lebih secara berganti-ganti dan berbalasan. Pasambahan menjadi acara pokok tersendiri dalam upacara kenduri perkawinan. Pasambahan merupakan lirik atau bait kalimat terstruktur yang inti sesungguhnya adalah penyampaian maksud dan tujuan melalui bahasa. Isi  pasambahan  itu selain menyangkut masalah etika dan basa basi dalam sebuah upacara, juga memperlihatkan fatwa agama dan hukum-hukum adat Minangkabau (Bakar, dkk. 1976:8).
Pada pasambahan  itu semua persoalan dimusyawarahkan dengan cara bersahut-sahutan kata secara adat, antara lain, pasambahan makan minum, pasambahan mambuka jamba, pasambahan minta sipaik, pasambahan, malewakan gala, dan pasambahan manati marapulai. Dalam artikel ini yang akan dibahas adalah pasambahan mananti marapulai di Kota Madya Solok. Setiap tindak tutur di dalam bait-bait pasambahan itu pada hakekatnya merefleksikan budaya dan nilai-nilai sosial kemasyaarakatan di Minangkabau. Dengan menggunakan teori tindak tutur (speech act) dapat diungkapkan jenis tindak tutur dalam bait-bait Pasambahan Mananti Marapulai (Selanjutnya akan disingkat dengan PMM)  di Kota Madya Solok.
Mengacu kepada pendapat Wijana (1996) tindak tutur dalam PMM di Kota Madya Solok dapat dikategorikan ke dalam delapan jenis tindak tutur, yakni, (1) tindak tutur langsung, (2) tindak tutur tidak langsung, (3) tindak tutur lateral, (4) tindak tutur tidak lateral, (5) tindak tutur langsung literal, (6) tindak tutur langsung tidak lateral, (7) tindak tutur tidak langsung literal, dan (8) tindak tutur tidak langsung tidak lateral. Dari kedelapan jenis tindak tutur tersebut yang akan dibahas dalam artikel ini adalah tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung.
Pelaku PMM di Kota Madya Solok terdiri dari dua pihak, yakni pihak keluarga pengantin laki-laki atau pihak tamu (selanjutnya disingkat P1) dan pihak keluarga pengantin wanita atau pihak tuan rumah (selanjutnya disingkat P2). Selama tindak tutur PMM berlangsung, masing-masing pihak diwakili oleh juru bicara masing-masing. Jadi, dalam tindak tutur PMM ini ada penutur (Pn) dan petutur (Pt).

2. Pembahasan
2.1 Tindak Tutur Langsung
            Tindak tututr langsung terjadi apabila ada kesuaian antara modus yang digunakan dengan konvensi sintaksis, misalnya modus imperatif untuk perintah, modus deklaaratif untuk proposisi  pada tindak tutur PMM berikut.
(1)   P1 lai kolah manjadi tu datuak?
‘Apakah sudah pada tempatnya datuk?’ (Pertanyaan P1)
(2)   P2 Manjadi anyo datuak, balalukan anyo datuak.
‘Sudah pada tempatnya datauk, lakukanlah datuk” (Pertanyaan P2)
(3)   P2 Kan baitulah nan kato datuak?
‘Begitukah kata datuk?’ (Pertanyaan P2)
(4)   P1 Bana anyo datuak.
‘Benar datuk’ (Jawaban P1)
Tindak tutur pada data (1) dan (3) diutarakan dengan modus interogatif yang berfungsi untuk menanyakan sesuatu tanpa adanya pretensi untuk membujuk mitra tuturnya dengan maksud-maksud lain.
            Tindak tutur serupa terdapat pula pada tindak tutur ketek banamo, gadang bagala, ‘kecil bernama, besar bergelar (gelar adat)’, kalau buliah kami batanyo sia gala anak kamanakan kami ko datuak, ‘kalau boleh kami bertanya siapa gelar (gelar adat) anak kemenakan kami ini datuk?’ Pertanyaan ini diajukan oleh pihak mempelai wanita sebelum wali nikah dihadirkan, benaar-benar merupakan sebuah pertanyaan terhadap gelar sang mempelai laki-laki agar dapat diketahui oleh pihak wanita dan khalayak umum.
            Paradigma yang sama terdapat pula pada tindak tutur deklaratif seperti yang terlihat berikut ini.
(5)   P1 Nan ka ambo puhun pasambahan kapado datuak
‘Pokok pasambahan yang akan saya sampaikan kepada datuk’
(6)   P1 Lah sanang paratian kami nyolai datuak.
‘Sudah senang hati kami datuk’
(7)   P1 Nan ka dipulangkan juo kapado datuak.
‘Yang akan disampaikan juga kepada datuk’
(8)   P1 Baiaklah datuak.
‘Baiklah datuk’
Tindak tutur pada data (5), (6), (7), dan (8) di atas hanya berfungsi untuk menginformasikan sesuatu peristiwa, tanpa ada pretensi untuk mempengaruhi lawan tutur. Adanya kesetaraan dan kesesuaian modus (tipe kalimat) dengan fungsinya tersebut, tindak tutur tersebut di atas dikategorikan sebagai tindak tutur langsung. Tindak tutur langsung dapat pula dilihat dalam contoh imperatif berikut ini.
(9)   P1  Banaiakkan wali anyo datuak.
 ‘Hadirkanlah wali nikah datuk’
(10)P2 Babari ambo izin sarato maaf, datuk.
            ‘Berikan saya izin serta maaf, datuk’
Tindak tutur yang mengindikasikan sebuah perintah halus untuk menghadirkan wali nikah (9) dan permohonan maaf (10) merupakan tindak tutur langsung dalam PMM karena adanya modus imperatif dan juga difungsikan untuk memerintah Pt melakukan sesuatu.



2.2 Tindak Tutur Tidak Langsung
            Searle (dalam Levinson 1983) membedakan antara makna kalimat dan makna penutur. Makna kalimat adalah makna yang lahir dari modus kalimat dan muatan semantis leksikal penyusunnya, sedangkan makna penutur merupakan kandungan perasaan (mood) penutur yang diekspresikan dalam suatu tindak tutur tertentu (makna yang ada dibalik sebuah tindak tutur).
            Asumsi yang berlaku selama ini adalah terdapatnya dikotomi yang kaku antara muatan makna kalimat dengan makna penutur. Karakterisasi makna yang ditimbulkan bentuk deklaratif, interogatif, dan imperatif dikategorikan secara ‘paksa’. Selama ini, ada anggapan bahwa konstruksi deklaratif hanya bisa melahirkan ilokusi makna berita atau informasi; konstruksi imperatif melahirkan ilokusi makna perintah; konstruksi interogatif melahirkan ilokusi makna bertanya. Pengelompokan konstruksi-konstruksi tersebut dibantah oleh para linguis seperti Kemson (1984) dan Wijana (1996). Kemson (1984) dan Wijana (1996) menemukan jenis tindak tutur tidak langsung seperti (1) konstruksi deklaratif melahirkan makna perintah dan bertanya, (2) konstruksi interogatif memiliki makna perintah dan proposisi, (3) konstruksi imperatif memiliki muatan makna proposisi dan bertanya. Jenis tindak tutur itu terdapat pula pada tindak tutur PMM sebagaimana terlihat berikut ini
(10)           P1 Balau datuak, datuak…
     ‘Beliau datuk, datuk …’
(11)           P1 nimba kapado datuaklah pulangnyo pasambahan ambo anyo datuak
      ‘jadi hanya kepada datuklah disampaikan pasambahan saya ini, datuk’
(12)           P1 Lah tampek ambo maantakan sambahan
                  ‘sudah pada tempatnya saya mengantarkan pasambahan’
(13)           P2 manjadi anyo datuak
                  ‘Sudah pada tempatnya datuk, lakukanlah datuk’
(14)           P1 Sakian nan kadipulangkan kapado datuak, datuak…
                  ‘Sekianlah yang akan disampaikan kepada datuk, datuk…’
(15)           P1 apabilo kaciak utang diangsuran,
                  ‘Kecilnya hutang karena diangsur’
(16)           P1 Lansainyo dibayaran anyo datuak,
                  ‘Lunasnya karena dibayar, datuk,’
Konstruksi (10) menggambarkan modus deklaratif tidak hanya sekadar memberikan informasi atau menyatakan sebuah proposisi dalam sebuah tindak tutur PMM. Konstruksi Balau datuak, datuak …  “Beliau datuk, datu’ (10) misalnya tidak mempunyai karakteristik sebagai kalimat pernyataan (descriptive statement),  tetapi cenderung bermuatan makna bertanya. Panggilan Balau datuak ‘beliau datuk’ sesungguhnya mengisyaratkan makna bertanya kepada kelompok pihak Pt (dalam PMM biasanya diwakili oleh seorang juru bicara seperti datuak ‘datuk’, niniak makak ‘ninik mamak/penghulu adat’ atau cadiak pandai ‘cerdik pandai/cendekiawan’) selama PMM berlangsung atau selama jangka waktu tertentu.
Hal itu dipertegas oleh respons Pt seperti pada iyo lakukanlah datuak ‘ya lakukanlah datuk’ yang pada dasarnya mengekspresikan jawaban yang dikehendaki oleh Pn. Tindak tutur tidak langsung dengan modus deklaratif untuk bertanya tersebut terdapat pula pada pada tindak tutur nimba kapado datuaklah pulangnyo pasambahan ambo anyo datuak  ‘jadi hanya kepada datuklah disampaikan pasambahan saya ini, datuk’ (11) yang secara langsung dijawab oleh P2 dengan tindak tutur kapado hambo Allah datuak mamulangkannyo ‘Kepada hamba Allah datuk menyampaikannya’
Selain bermakna bertanya, tindak tutur dengan modus deklaratif seperti pada data (10) dan (14) dapat pula mengindikasikan sebuah perintah. Penutur pada tindak tutur (10) dan (14) menginginkan Pt untuk me;lakukan sesuatu atau perintah untuk mendiskusikan maksud pasambahan  dengan anggota kelompoknya (kelompok Pt). Tindak tutur tidak langsung bermodus deklaraatif untuk perintah dalam PMM biasanya dispesifikasikan dengan kelompok kata lah ‘sudah’ dan nan “yang’ seperti pada lah tampek ambo ….’sudah pada tempatnya saya…’, sakian nan ka dipulangkan (ambo pulangkan) ‘sekian yang akan disampaikan’.
Dalam PMM ditemukan pula sejumlah tipe kalimat interogatif yang bermakna proposisi atau perintah seperti pada data berikut.
(17)           P1 Lai kolah manjadi datuak?
      ‘Apakah sudah pada tempatnya datuk?’
(18)           P1 Sakian nan ka dipulangkan kapado datuak
      ‘Sekian yang akan disampaikan kepada datuk’
(19)           P2 Lah sampai datuak?
      ‘Sudah sampaikah maksud datuk?’
(20)           P1 Bilang sahinggo itu dulu anyo datuak.
      ‘Hanya sekian dulu datuk’
(21)           P2 Kan baitulah kato datuak tadi?
      ‘begitukah kata datuk?’
(22)           Alah tabawo kolah nan dijapuik?
‘Sudah terbawakah yang dijemput?’
Tindak tutur lai kolah ‘apakah’ pada lai kolah manjadi tu datuak? ‘apakah sudah pada tempatnya datuk?’(17) berisi muatan semantis secara halus untuk meminta izin atau memberi tahu pada seluruh peserta yang hadir bahwa Pn dipercaya untuk menyampaikan PMM sebagai wakil kelompoknya. Tindak tutur lai kolah manjadi tu datuak? ‘apakah sudah pada tempatnya datuk?’yang biasanya disampaikan di awal pasambahan  itu hanya ungkapan formalitas (basa-basi) semata. Permintaan izin pada tindak tutur pada data (17) itu bermakna honorifik (penghargaan) kepada seluruh peserta yang hadir dan kepada pihak Pt. Alasannya adalah karena wakil yang sudah dipercaya oleh suatu kelompok (baik dari pihak tuan rumah maupun dari pihak tamu) tidak pernah dipertanyakan lagi keabsahannya oleh seluruh peserta tutur. Tindak tutur pada data (17) merupakan pernyataan Pn yang selalu diutarakan pada setiap akhir sebuah pragmen dalam PMM. Tindak tutur tersebut biasanya selalu dijawab dengan modus interogatif seperti pada data (17), (18), (19), (20), (21), dan (22). Jika dicermati lebih seksama tindak tutur pada data (17-22) sebenarnya tidak menghendaki jawaban (bertanya dalam arti sesungguhnya), tetapi merupakan pernyataan penegas (proposisi) terhadap pernyataan sebelumnya.
            Modus interogatif untuk proposisi terdapat pula pada tindak tutur Kan baitulah kato datuak tadi ‘begitukah kata datuk’ pada data (21) dan Lah sampai datuak ‘Sudah sampaikah maksud datuk’ pada data (19). Tindak tutur-tindak tutur modus interogatif pada data (19) dan (21) tersebut hanya merupakan konstruksi penegas yang biasanya juga tidak mendapatkan jawaban yang serius dari pihak Pt.
            Tindak tutur tidak langsung terdapat pula pada kalimat imperatif. Tipe kalimat imperatif kadangkala tidak dimaksudkan untuk memerintah Pt melakukan sesuatu seperti pada data berikut.
(23)           P2  Iyo lakukanlah datuk
      ‘Ya, lakukanlah datuk’
Jenis tindak tutur langsung Iyo lakukanlah datuak ‘Ya, lakukanlah datuk’ merupakan tindak tutur bermodus imperatif yang bermakna proposisi. Alasannya adalah karaena tindak tutur Iyo lakukanlah datuak ‘Ya, lakukanlah datuk’ tersebut sewaktu-waktu dapat divariasikan dengan kalmat deklaratif seperti pada tindak tutur Lah pado tampeknyo tu mah datuak, rancak bana tu mah datuak  ‘sudah pada tempatnya datuk, bagus benar datuk’ atau tindak tutur ibaraik jangguik pulang ka daguak mah datuak ‘ ibarat jenggut pulang ke dagu, datuk’. Mengacu pada variasi data di atas, dapat dikatakan bahwa tindak tutur PMM di Kota Madya Solok bukan suatu sistem yang tertutup (closed system), melainkan suatu sistem yang terbuka (opened system). Dengan kalimat, dalam PMM masih dimungkinkan terjadinya variasi leksikal (variasi ungkapan) untuk menyampaikan maksud dan fungsi yang sama.
            Ketidaksesuaian makna tindak tutur jenis Iyo lakukanlah datuak ‘Ya, lakukanlah datuk’ dan tindak tutur Saba molah datuak samantaro ambo pulangkan kapado balau datuak, ‘Sabarlah datuk sementara saya rundingkan dengan beliau datuk’ dengan konvensi sintaksis tersebut dikatakan sebagai jenis tindak tutur tidak langsung. Ketidaklangsungan yang demikian itu biasanya dimaksudkan pula untuk mengurangi unsur dominasi peran antarsesama peserta tutur dalam PMM. Makna memerintah dalam PMM misalnya dengan menggunakan modus deklaratif dan interogatif itu dimaksudkan pula untuk mengurangi kesan pemaksaan dalam upaya menciptakan hubungan saling menghargai (mutually deference) antarpeserta tutur.

3. Kesimpulan
            Untuk menentukan jenis tindak tutur langsung dan tidak langsung dalam PMM di Kota Madya Solok,mengacu kepada aspek-aspek makna kalimat; makna penutur, modus tindak tutur PMM; kesesuaian modus tindak tutur dengan konvensi sintaksis; muatan makna leksikal .
            Muatan makna yang terkadung dalam jenis tindak tutur langsung dan tidak langsung adalah mengindikasikan makna kesetiakawanan dan dan keakraban. Selain itu, juga mengindikasikan makna kesantunan berbahasa, keharmonisandan kinerja hubunngan sosial masyarakat Minangkabau.

Daftar Pustaka
Bakar, Jamil dkk. 1976. ‘Sastra Lisan Minangkabau: Tradisi Pasambahan Helat Perkawinan’. Laporan Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Sumatra Barat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Padang.
Hakimy, Idrus. 1980. Pokok-pokok Pengetahuan Adat Alam Minangkabau.  Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Kempson, Ruth M. 1984. Semantic Theory. London: Cambridge University Press.
Levinson, Stephen C. 1983. Pragmatics. Cambridge: Cambridge University Press.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistik.  Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar