KALIMAT EFEKTIF DAN
PERMASALAHANNYA
1. Pendahuluan
Bahasa adalah alat untuk
berkomunikasi yang digunakan manusia dengan sesama anggota masyarakat lain
pemakai bahasa itu. Bahasa itu berisi pikiran, keinginan, atau perasaan yang
ada pada diri si pembicara atau penulis. Bahasa yang digunakan itu hendaklah
dapat mendukung maksud secara jelas agar apa yang dipikirkan, diinginkan, atau
dirasakan itu dapat diterima oleh pendengar atau pembaca. Kalimat yang dapat
mencapai sasarannya secara baik disebut dengan kalimat efektif.
Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan
gagasan pemakainya secara tepat dan dapat dipahami oleh pendengar/pembaca
secara tepat pula. Kalau gagasan yang disampaikan sudah tepat,
pendengar/pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah, jelas, dan
lengkap seperti apa yang dimaksud oleh penulis atau pembicaranya. Akan tetapi,
kadang-kadang harapan itu tidak tercapai. Misalnya, ada sebagian lawan bicara
atau pembaca tidak memahami apa maksud yang diucapkan atau yang dituliskan.
Supaya kalimat yang
dibuat dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat, unsur
kalimat-kalimat yang digunakan harus lengkap dan eksplisit. Artinya,
unsur-unsur kalimat seharusnya ada yang tidak boleh dihilangkan. Sebaliknya,
unsur-unsur yang seharusnya tidak ada tidak perlu dimunculkan. Kelengkapan dan
keeksplisitan semacam itu dapat diukur berdasarkan keperluan komunikasi dan
kesesuaiannya dengan kaidah (Mustakim, 1994:86).
Dalam karangan
ilmiah sering kita jumpai kalimat-kalimat yang tidak memenuhi syarat sebagai
bahasa ilmiah. Hal ini disebabkan oleh, antara lain, mungkin kalimat-kalimat
yang dituliskan kabur, kacau, tidak logis, atau bertele-tele. Dengan adanya kenyataan itu, pembaca sukar
mengerti maksud kalimat yang kita sampaikan karena kalimat tersebut tidak
efektif. Berdasarkan kenyataan inilah penulis tertarik untuk membahas kalimat
efektif dengan segala permasalahannya.
2. Pembahasan
Menurut Nazar
(1991, 44:52) ketidakefektifan kalimat dikelompokkan menjadi (1)
ketidaklengkapan unsur kalimat, (2) kalimat dipengaruhi bahasa Inggris, (3)
kalimat mengandung makna ganda, (4) kalimat bermakna tidak logis, (5) kalimat
mengandung gejala pleonasme, dan (6) kalimat dengan struktur rancu.
2.1 Ketidaklengkapan Unsur
Kalimat
Seperti yang sudah
dibicarakan sebelumnya bahwa kalimat efektif harus memiliki unsur-unsur yang
lengkap dan eksplisit. Untuk itu, kalimat efektif sekurang-kurangnya harus
mengandung unsur subjek dan predikat. Jika salah satu unsur atau kedua unsur
itu tidak terdapat dalam kalimat, tentu saja kalimat ini tidak lengkap.
Adakalanya suatu kalimat membutuhkan objek dan keterangan, tetapi karena
kelalaian penulis, salah satu atau kedua unsur ini terlupakan. Untuk lebih
jelasnya perhatikan contoh berikut.
(1)
Dalam penelitian ini menggunakan
metode deskriptif.
(2)
Masalah yang dibahas dalam
penenelitian ini.
(3)
Untuk membuat sebuah penelitian
harus menguasai metodologi penelitian.
(4)
Bahasa Indonesia yang berasal
dari Melayu.
(5)
Dalam rapat pengurus kemarin
sudah memutuskan.
(6)
Sehingga masalah itu dapat diatasi
dengan baik.
Kalau kita perhatikan kalimat di atas terlihat bahwa kalimat (1)
tidak memiliki subjek karena didahului oleh kata depan dalam; kalimat (2) dan (4)
tidak memiliki predikat hanya memiliki subjek saja; kalimat (3) tidak memiliki
subjek; kalimat (5) tidak memiliki subjek dan objek; kalimat (6) tidak memiliki
subjek dan predikat karena hanya terdiri atas keterangan yang merupakan anak
kalimat yang berfungsi sebagai keterangan. Agar kalimat-kalimat di atas menjadi
lengkap, kita harus menghilangkan bagian-bagian yang berlebih dan menambah
bagian-bagian yang kurang sebagaimana terlihat pada contoh berikut.
(1a) Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif.
(1b) Dalam
penelitian ini penulis menggunakan
metode deskriptif.
(2a) Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah jenis dan makna konotasi teka-teki dalam bahasa Minangkabau.
(3a) Untuk
membuat sebuah penelitian kita harus
menguasai metodologi penelitian.
(4a) Bahasa Indonesia berasal dari Melayu.
(5a) Dalam rapat pengurus kemarin kita sudah memutuskan program baru.
(6a) Kita
harus berusaha keras sehingga masalah itu dapat diatasi dengan baik.
2.2 Kalimat Dipengaruhi
Bahasa Inggris
Dalam karangan
ilmiah sering dijumpai pemakaian bentuk-bentuk di mana, dalam mana, di dalam mana, dari mana, dan yang mana sebagai penghubung. Menurut
Ramlan (1994:35-37) penggunaan bentuk-bentuk tersebut kemungkinan besar
dipengaruhi oleh bahasa asing, khususnya bahasa Inggris. Bentuk di
mana sejajar dengan penggunaan where,
dalam mana dan di dalam mana sejajar
dengan pemakaian in which, dan yang mana sejajar dengan which. Dikatakan dipengaruhi oleh bahasa
Inggris karena dalam bahasa Inggris bentuk-bentuk itu lazim digunakan sebagai
penghubung sebagaimana terlihat pada contoh berikut.
(7)
The house where he live very large.
(8)
Karmila opened the album in which he had kept her new
photogragraph.
(9)
If I have no class, I stay at
the small building from where the sound of gamelan can be heard smoothly
(10)
The tourism sector which is the economical back bone of
country must always be intensified.
Pemakaian bentuk-bentuk di
mana, dalam mana, di dalam mana, dari mana, dan yang mana sering ditemui dalam tulisan seperti yang terlihat pada
data berikut.
(11)
Kantor di mana dia bekerja tidak jauh dari rumahnya.
(12)
Kita akan teringat peristiwa 56
tahun yang lalu di mana waktu itu
bangsa Indonesia
telah berikrar.
(13)
Rumah yang di depan mana terdapat kios kecil kemarin terbakar.
(14)
Sektor pariwisata yang mana merupakan tulang punggung
perekonomian negara harus senantiasa ditingkatkan.
(15)
Mereka tinggal jauh dari kota dari mana lingkungannya masih asri.
Bentuk-bentuk di mana, di
depan mana, dari mana, yang mana, dan
dari mana dalam bahasa Indonesia dipakai untuk menandai kalimat tanya.
Bentuk di mana dan dari mana dipakai untuk menyatakan
‘tempat’, yaitu ‘tempat berada’ dan ‘tempat asal’, sedangkan yang mana untuk menyatakan pilihan.
Jadi, kalimat (11-15) di atas seharusnya diubah menjadi:
(11a) Kantor tempat
dia bekerja tidak jauh dari rumahnya.
(12a) Kita akan teringat peristiwa 56 tahun yang
lalu yang waktu itu bangsa Indonesia
telah berikrar.
(13a) Rumah yang di depan kios kecil kemarin terbakar.
(14a) Sektor pariwisata yang merupakan tulang punggung perekonomian negara harus senantiasa
ditingkatkan.
(15a) Mereka tinggal jauh dari kota yang
lingkungannya masih asri.
2.3 Kalimat Mengandung
Makna Ganda
Agar kalimat tidak
menimbulkan tafsir ganda, kalimat itu harus dibuat selengkap mungkin atau
memanfaatkan tanda baca tertentu. Untuk lebih jelasnya perhatikan data berikut.
(16)
Dari keterangan masyarakat daerah
itu belum pernah diteliti.
(17)
Lukisan Basuki Abdullah sangat
terkenal.
Pada kalimat (16) di atas terdapat dua kemungkinan hal yang belum
pernah diteliti yaitu masyarakat di daerah itu atau daerahnya.
Agar konsep yang diungkapkan kalimat itu jelas, tanda koma harus
digunakan sesuai dengan konsep yang dimaksudkan. Kalimat (16) tersebut dapat
ditulis sebagai berikut.
(16a) Dari keterangan (yang diperoleh), masyarakat daerah itu belum
pernah diteliti.
(16b) Dari keterangan masyarakat, daerah itu belum pernah diteliti.
Pada kalimat (17) terdapat tiga kemungkinan ide yang dikemukakan,
yaitu yang sangat terkenal adalah lukisan karya Basuki Abdullah atau lukisan
diri Basuki Abdullah atau lukisan milik Basuki Abdullah seperti yang terlihat
data data (17a), (17b), dan (17c)
berikut.
(17a) Lukisan karya Basuki Abdullah sangat terkenal.
(17b) Lukisan diri Basuki Abdullah sangat terkenal.
(17c) Lukisan milik Basuki Abdullah sangat terkenal.
Pemakaian tanda hubung juga dapat digunakan untuk
memperjelas ide-ide yang diungkapkan pada frase pemilikan. Untuk lebih jelasnya, perhatikan berikut.
(18)
Ani baru saja membeli buku
sejarah baru.
Kalimat (18) di atas mengandung ketaksaan yaitu yang baru itu buku
sejarahnyakah atau sejarahnya yang baru. Untuk menghindari ketaksaan
makna, digunakan tanda hubung agar konsep yang diungkapkan jelas sesuai dengan
yang dimaksudkan. Kalimat (18a) yang baru adalah buku sejarahnya, sedangkan
kalimat (18b) yang baru adalah sejarahnya.
(18a) Ani baru saja membeli buku-sejarah baru.
(18b) Ani baru saja membeli buku sejarah-baru.
2.4 Kalimat Bermakna Tidak
Logis
Kalimat efektif
harus dapat diterima oleh akal sehat atau bersifat logis. Kalimat (19) berikut
tergolong kalimat yang tidak logis.
(19)
Dengan mengucapkan syukur
alhamdulillah selesailah makalah ini.
Kalau kita perhatikan secara sepintas kalimat (19)
di atas tampaknya tidak salah. Akan tetapi, apabila diperhatikan lebih seksama
ternyata tidak masuk akal. Seseorang untuk menyelesaikan sebuah makalah harus bekerja dulu dan tidak
mungkin makalah itu akan dapat
selesai hanya dengan membaca alhamdulillah.
Jadi, supaya kalimat itu dapat diterima, kalimat itu
dapat diubah menjadi:
(20a) Syukur alhamdulillah penulis
panjatkan ke hadirat Allah Yang Mahakuasa karena dengan izin-Nya jualah makalah
ini dapat diselesaikan.
2.5 Kalimat Mengandung
Pleonasme
Kalimat pleonasme
adalah kalimat yang tidak ekonomis atau mubazir karena ada terdapat kata-kata
yang sebetulnya tidak perlu digunakan. Menurut Badudu (1983:29) timbulnya
gejala pleonasme disebabkan oleh (1) dua kata atau lebih yang sama maknanya
dipakai sekaligus dalam suatu ungkapan, (2) dalam suatu ungkapan yang terdiri
atas dua patah kata, kata kedua sebenarnya tidak diperlukan lagi sebab maknanya
sudah terkandung dalam kata yang pertama, dan (3) bentuk kata yang dipakai
mengandung makna yang sama dengan kata kata lain yang dipakai bersama-sama
dalam ungkapan itu. Contoh-contoh pemakaian bentuk mubazir dapat dilihat
berikut ini.
(20)
Firmarina meneliti tentang teka-teki bahasa Minangkabau.
(21)
Banyak pemikiran-pemikiran yang dilontarkan dalam pertemuan tersebut.
(22)
Pembangunan daripada waduk itu menjadi sisa-sia pada
musim kemarau panjang ini.
(23)
Air sumur yang digunakan penduduk tidak sehat untuk digunakan.
(24)
Jika dapat ditemukan beberapa data lagi, maka gejala penyimpangan perilaku itu dapat
disimpulkan.
Pada kalimat (20) kata tentang
(preposisi lainnya) yang terletak antara predikat dan objek tidak boleh
digunakan karena objek harus berada langsung di belakang predikat. Pada kalimat
(21) kata pemikiran tidak perlu diulang karena bentuk jamak sudah
dinyatakan dengan menggunakan kata banyak. Atau dengan kata lain, kata banyak dapat juga dihilangkan. Pada
kalimat (22) kata daripada tidak
perlu digunakan karena antara unsur-unsur frase pemilikan tidak diperlukan
preposisi. Pada kalimat (23) terdapat pengulangan keterangan ‘yang digunakan’. Pengulangan ini tidak
perlu. Pada kalimat (24) terdapat dua buah konjungsi yaitu jika dan maka. Dengan adanya dua konjungsi ini,
tidak diketahui unsur mana sebagai induk kalimat dan unsur mana sebagai anak
kalimat. Dengan demikian kedua unsur itu merupakan anak kalimat. Jadi, kalimat
(24) tidak mempunyai induk kalimat. Kalau begitu, satu konjungsi harus
dihilangkan supaya satu dari dua unsur itu menjadi induk kalimat. Jadi,
kalimat-kalimat (20-24) dapat diubah menjadi kalimat efektif sebagaimana
terlihat pada data berikut.
(20a) Firmarina
meneliti teka-teki bahasa Minangkabau.
(21a) Banyak pemikiran-pemikiran
baru dilontarkan dalam pertemuan
tersebut.
(21b) Pemikiran-pemikiran
baru dilontarkan dalam pertemuan
tersebut.
(22a) Pembangunan waduk itu menjadi sisa-sia pada
musim kemarau panjang ini.
(23a) Air sungai yang digunakan penduduk tidak
sehat.
(24a) Jika dapat ditemukan beberapa data lagi, gejala
penyimpangan perilaku itu dapat disimpulkan.
Berikut
ini akan dicontohkan kalimat pleonasme yang terdiri atas dua kata atau lebih
yang mempunyai makna yang hampir sama.
(25)
Kita harus bekerja keras agar
supaya tugas ini dapat berhasil.
Kalimat (25) akan efektif jika diubah menjadi:
(25a) Kita harus bekerja keras supaya tugas ini dapat berhasil.
(25b) Kita harus bekerja keras agar tugas ini dapat berhasil.
4.6 Kalimat dengan
Struktur Rancu
Kalimat rancu adalah kalimat
yang kacau susunannya. Menurut Badudu (1983:21)
timbulnya kalimat rancu disebabkan oleh (1) pemakai bahasa tidak
mengusai benar struktur bahasa Indonesia yang baku, yang baik dan benar, (2)
Pemakai bahasa tidak memiliki cita rasa bahasa yang baik sehingga tidak dapat
merasakan kesalahan bahasa yang dibuatnya, (3) dapat juga kesalahan itu terjadi
tidak dengan sengaja. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh berikut.
(26)
Dalam masyarakat Minangkabau
mengenal sistem matriakat.
(27)
Mahasiswa dilarang tidak boleh
memakai sandal kuliah.
(28)
Dia selalu mengenyampingkan
masalah itu.
Kalimat (26) di atas disebut kalimat rancu karena kalimat tersebut
tidak mempunyai subjek. Kalimat
(26) tersebut dapat diperbaiki menjadi kalimat aktif (26a) dan kalimat pasif
(26b). Sementara itu, kalimat (27) terjadi kerancuan karena pemakaian kata dilarang dan tidak
boleh disatukan pemakaiannya. Kedua kata tersebut sama maknanya. Jadi, kalimat (27) dapat diperbaiki menjadi kalimat
(27a) dan (27b). Pada kalimat (28) kerancuan terjadi pada pembentukan kata dan
kalimat tersebut dapat diperbaiki menjadi kalimat (28a).
(26a) Masyarakat Minangkabau mengenal sistem
matriakat.
(26b) Dalam masyarakat Minangkabau dikenal sistem
matriakat.
(27a) Mahasiswa dilarang
memakai sandal kuliah.
(27b) Mahasiswa tidak
boleh memakai sandal kuliah.
(28a) Dia selalu mengesampingkan masalah itu.
Di
samping itu, juga terdapat bentukan kalimat yang tidak tersusun secara sejajar.
Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut.
(29) Program
kerja ini sudah lama diusulkan, tetapi pimpinan belum menyetujui.
Ketidaksejajaran bentuk pada kalimat di atas disebabkan oleh
penggunaan bentuk kata kerja pasif diusulkan
yang dikontraskan dengan bentuk aktif menyetujui. Agar menjadi sejajar,
bentuk pertama menggunakan bentuk pasif, hendaknya bagian kedua pun menggunakan
bentuk pasif. Sebaliknya, jika yang pertama aktif, bagian kedua pun aktif.
Dengan demikian, kalimat tersebut akan memiliki kesejajaran jika bentuk kata
kerja diseragamkan menjadi seperti di bawah ini.
(29a) Program kerja ini sudah lama diusulkan, tetapi belum disetujui
pimpinan.
(29b) Kami sudah lama mengusulkan
program ini, tetapi pimpinan belum menyetujuinya.
3. Penutup
Kalimat efektif
adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat dan
dapat dipahami oleh pendengar/pembaca secara tepat pula. Akan tetapi, membuat
kalimat efektif tidaklah gampang karena memerlukan keterampilan tersendiri.
Kesalahan yang banyak ditemukan dapat dikelompokkan sebagai berikut, yaitu (1)
ketidaklengkapan unsur kalimat, (2) kalimat dipengaruhi bahasa Inggris, (3)
kalimat mengandung makna ganda, (4) kalimat bermakna tidak logis, (5) kalimat
mengandung gejala pleonasme, dan (6) kalimat dengan struktur rancu.
Daftar Pustaka
Ali, Lukman dkk. 1991. Petunjuk Praktis Berbahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa.
Badudu,
J.S. 1983. Membina Bahasa Indonesia baku.
Bandung: Pustaka Prima.
Badudu, J.S. 1991. Pelik-pelik Bahasa Indonesia .Bandung:
Pustaka Prima.
Mustakim. 1994. Membina Kemampuan berbahasa: Panduan ke Arah Kemahiran Berbahasa. Jakarta:Gramedia pustaka
Prima.
Ramlan, M. dkk. 1994. Bahasa Indonesia yang Salah dan Yang Benar. Yogyakarta:
Andi Offset Yogyakarta.
Nazar, Noerzisri A. 1991. Bahasa indonesia Ragam Ilmiah dan Kumpulan
Soal Ujian Bahasa Indonesia.
Bandung.
JENIS TINDAK TUTUR
LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG
PASAMBAHAN MANANTI
MARAPULAI
Abstrak
Artikel ini membahas jenis tindak tutur langsung dan tindak tutur
tidak langsung Pasambahan Mananti
Marapulai di Kota Madya Solok. Dalam tindak tutur langsung harus ada kesuaian
antara modus yang digunakan dengan konvensi sintaksis. Sementara itu, dalam
jenis tindak tutur tidak langsung terdiri dari (i) konstruksi deklaratif
melahirkan makna perintah dan bertanya; (ii) konstruksi interogatif memiliki
makna perintah dan propsosisi; (iii) konstruksi imperatif memiliki muatan makna
propsosisi dan bertanya.
1. Pendahuluan
Pasambahan merupakan bentuk sastra yang
disampaikan dalam sambah-manyambah oleh dua orang atau lebih secara
berganti-ganti dan berbalasan. Pasambahan
menjadi acara pokok tersendiri dalam upacara kenduri perkawinan. Pasambahan merupakan lirik atau bait
kalimat terstruktur yang inti sesungguhnya adalah penyampaian maksud dan tujuan
melalui bahasa. Isi pasambahan itu selain menyangkut masalah etika dan basa
basi dalam sebuah upacara, juga memperlihatkan fatwa agama dan hukum-hukum adat
Minangkabau (Bakar, dkk. 1976:8).
Pada pasambahan itu semua persoalan dimusyawarahkan dengan
cara bersahut-sahutan kata secara adat, antara lain, pasambahan makan minum, pasambahan mambuka jamba, pasambahan minta
sipaik, pasambahan, malewakan gala, dan pasambahan manati marapulai. Dalam
artikel ini yang akan dibahas adalah pasambahan
mananti marapulai di Kota
Madya Solok. Setiap tindak tutur di dalam bait-bait pasambahan itu pada hakekatnya merefleksikan budaya dan nilai-nilai
sosial kemasyaarakatan di Minangkabau. Dengan menggunakan teori tindak tutur
(speech act) dapat diungkapkan jenis tindak tutur dalam bait-bait Pasambahan Mananti Marapulai (Selanjutnya
akan disingkat dengan PMM) di Kota
Madya Solok.
Mengacu kepada pendapat Wijana (1996) tindak tutur dalam
PMM di Kota Madya Solok dapat dikategorikan ke dalam delapan jenis tindak
tutur, yakni, (1) tindak tutur langsung, (2) tindak tutur tidak langsung, (3)
tindak tutur lateral, (4) tindak tutur tidak lateral, (5) tindak tutur langsung
literal, (6) tindak tutur langsung tidak lateral, (7) tindak tutur tidak
langsung literal, dan (8) tindak tutur tidak langsung tidak lateral. Dari
kedelapan jenis tindak tutur tersebut yang akan dibahas dalam artikel ini
adalah tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung.
Pelaku PMM di Kota Madya Solok terdiri dari dua pihak,
yakni pihak keluarga pengantin laki-laki atau pihak tamu (selanjutnya disingkat
P1) dan pihak keluarga pengantin wanita atau pihak tuan rumah (selanjutnya
disingkat P2). Selama tindak tutur PMM berlangsung, masing-masing pihak
diwakili oleh juru bicara masing-masing. Jadi, dalam tindak tutur PMM ini ada
penutur (Pn) dan petutur (Pt).
2. Pembahasan
2.1 Tindak Tutur Langsung
Tindak tututr
langsung terjadi apabila ada kesuaian antara modus yang digunakan dengan
konvensi sintaksis, misalnya modus imperatif untuk perintah, modus deklaaratif
untuk proposisi pada tindak tutur PMM
berikut.
(1)
P1 lai kolah manjadi tu datuak?
‘Apakah sudah pada tempatnya datuk?’ (Pertanyaan P1)
(2)
P2 Manjadi anyo datuak, balalukan anyo datuak.
‘Sudah pada tempatnya datauk, lakukanlah datuk”
(Pertanyaan P2)
(3) P2 Kan
baitulah nan kato datuak?
‘Begitukah kata datuk?’ (Pertanyaan P2)
(4)
P1 Bana anyo datuak.
‘Benar datuk’ (Jawaban P1)
Tindak tutur pada data (1) dan (3) diutarakan dengan modus
interogatif yang berfungsi untuk menanyakan sesuatu tanpa adanya pretensi untuk
membujuk mitra tuturnya dengan maksud-maksud lain.
Tindak tutur serupa
terdapat pula pada tindak tutur ketek banamo,
gadang bagala, ‘kecil bernama, besar bergelar (gelar adat)’, kalau buliah kami batanyo sia gala anak
kamanakan kami ko datuak, ‘kalau boleh kami bertanya siapa gelar (gelar
adat) anak kemenakan kami ini datuk?’ Pertanyaan ini diajukan oleh pihak mempelai
wanita sebelum wali nikah dihadirkan, benaar-benar merupakan sebuah pertanyaan
terhadap gelar sang mempelai laki-laki agar dapat diketahui oleh pihak wanita
dan khalayak umum.
Paradigma yang sama
terdapat pula pada tindak tutur deklaratif seperti yang terlihat berikut ini.
(5)
P1 Nan ka ambo puhun pasambahan kapado datuak
‘Pokok pasambahan yang
akan saya sampaikan kepada datuk’
(6)
P1 Lah sanang paratian kami nyolai datuak.
‘Sudah senang hati kami datuk’
(7)
P1 Nan ka dipulangkan juo kapado datuak.
‘Yang akan disampaikan juga kepada datuk’
(8)
P1 Baiaklah datuak.
‘Baiklah datuk’
Tindak tutur pada data (5), (6), (7), dan (8) di atas hanya
berfungsi untuk menginformasikan sesuatu peristiwa, tanpa ada pretensi untuk
mempengaruhi lawan tutur. Adanya kesetaraan dan kesesuaian modus (tipe kalimat)
dengan fungsinya tersebut, tindak tutur tersebut di atas dikategorikan sebagai
tindak tutur langsung. Tindak tutur langsung dapat pula dilihat dalam contoh
imperatif berikut ini.
(9)
P1 Banaiakkan
wali anyo datuak.
‘Hadirkanlah wali
nikah datuk’
(10)P2 Babari ambo izin sarato maaf, datuk.
‘Berikan saya izin serta maaf,
datuk’
Tindak tutur yang mengindikasikan sebuah perintah halus untuk
menghadirkan wali nikah (9) dan permohonan maaf (10) merupakan tindak tutur
langsung dalam PMM karena adanya modus imperatif dan juga difungsikan untuk
memerintah Pt melakukan sesuatu.
2.2 Tindak Tutur Tidak
Langsung
Searle
(dalam Levinson 1983) membedakan antara makna kalimat dan makna penutur. Makna
kalimat adalah makna yang lahir dari modus kalimat dan muatan semantis leksikal
penyusunnya, sedangkan makna penutur merupakan kandungan perasaan (mood)
penutur yang diekspresikan dalam suatu tindak tutur tertentu (makna yang ada
dibalik sebuah tindak tutur).
Asumsi yang berlaku selama ini adalah terdapatnya
dikotomi yang kaku antara muatan makna kalimat dengan makna penutur.
Karakterisasi makna yang ditimbulkan bentuk deklaratif, interogatif, dan
imperatif dikategorikan secara ‘paksa’. Selama ini, ada anggapan bahwa
konstruksi deklaratif hanya bisa melahirkan ilokusi makna berita atau
informasi; konstruksi imperatif melahirkan ilokusi makna perintah; konstruksi
interogatif melahirkan ilokusi makna bertanya. Pengelompokan
konstruksi-konstruksi tersebut dibantah oleh para linguis seperti Kemson (1984)
dan Wijana (1996). Kemson (1984) dan Wijana (1996)
menemukan jenis tindak tutur tidak langsung seperti (1) konstruksi deklaratif
melahirkan makna perintah dan bertanya, (2) konstruksi interogatif memiliki
makna perintah dan proposisi, (3) konstruksi imperatif memiliki muatan makna
proposisi dan bertanya. Jenis tindak tutur itu terdapat pula pada tindak tutur
PMM sebagaimana terlihat berikut ini
(10)
P1 Balau datuak, datuak…
‘Beliau
datuk, datuk …’
(11)
P1 nimba kapado datuaklah pulangnyo pasambahan ambo anyo datuak
‘jadi
hanya kepada datuklah disampaikan pasambahan
saya ini, datuk’
(12)
P1 Lah tampek ambo maantakan sambahan
‘sudah pada tempatnya saya mengantarkan pasambahan’
(13)
P2 manjadi anyo datuak
‘Sudah pada tempatnya datuk, lakukanlah datuk’
(14)
P1 Sakian nan kadipulangkan kapado datuak,
datuak…
‘Sekianlah yang akan disampaikan kepada datuk, datuk…’
(15)
P1 apabilo kaciak utang diangsuran,
‘Kecilnya hutang karena diangsur’
(16)
P1 Lansainyo dibayaran anyo datuak,
‘Lunasnya karena dibayar,
datuk,’
Konstruksi (10) menggambarkan modus deklaratif tidak hanya sekadar
memberikan informasi atau menyatakan sebuah proposisi dalam sebuah tindak tutur
PMM. Konstruksi Balau datuak, datuak … “Beliau datuk, datu’ (10) misalnya tidak
mempunyai karakteristik sebagai kalimat pernyataan (descriptive statement), tetapi cenderung bermuatan makna bertanya.
Panggilan Balau datuak ‘beliau datuk’
sesungguhnya mengisyaratkan makna bertanya kepada kelompok pihak Pt (dalam PMM
biasanya diwakili oleh seorang juru bicara seperti datuak ‘datuk’, niniak makak
‘ninik mamak/penghulu adat’ atau cadiak
pandai ‘cerdik pandai/cendekiawan’) selama PMM berlangsung atau selama
jangka waktu tertentu.
Hal itu dipertegas oleh respons Pt seperti pada iyo lakukanlah datuak ‘ya lakukanlah
datuk’ yang pada dasarnya mengekspresikan jawaban yang dikehendaki oleh Pn.
Tindak tutur tidak langsung dengan modus deklaratif untuk bertanya tersebut
terdapat pula pada pada tindak tutur nimba
kapado datuaklah pulangnyo pasambahan ambo anyo datuak ‘jadi hanya kepada datuklah disampaikan pasambahan saya ini, datuk’ (11) yang
secara langsung dijawab oleh P2 dengan tindak tutur kapado hambo Allah datuak mamulangkannyo ‘Kepada hamba Allah datuk
menyampaikannya’
Selain bermakna bertanya, tindak tutur dengan modus
deklaratif seperti pada data (10) dan (14) dapat pula mengindikasikan sebuah
perintah. Penutur pada tindak tutur (10) dan (14) menginginkan Pt untuk
me;lakukan sesuatu atau perintah untuk mendiskusikan maksud pasambahan dengan anggota kelompoknya (kelompok Pt).
Tindak tutur tidak langsung bermodus deklaraatif untuk perintah dalam PMM
biasanya dispesifikasikan dengan kelompok kata lah ‘sudah’ dan nan “yang’
seperti pada lah tampek ambo ….’sudah
pada tempatnya saya…’, sakian nan ka
dipulangkan (ambo pulangkan) ‘sekian yang akan disampaikan’.
Dalam PMM ditemukan pula sejumlah tipe kalimat
interogatif yang bermakna proposisi atau perintah seperti pada data berikut.
(17)
P1 Lai kolah manjadi datuak?
‘Apakah
sudah pada tempatnya datuk?’
(18)
P1 Sakian nan ka dipulangkan kapado datuak
‘Sekian
yang akan disampaikan kepada datuk’
(19)
P2 Lah sampai datuak?
‘Sudah
sampaikah maksud datuk?’
(20)
P1 Bilang sahinggo itu dulu anyo datuak.
‘Hanya
sekian dulu datuk’
(21)
P2 Kan baitulah kato datuak tadi?
‘begitukah
kata datuk?’
(22)
Alah tabawo kolah nan dijapuik?
‘Sudah terbawakah yang dijemput?’
Tindak tutur lai kolah ‘apakah’
pada lai kolah manjadi tu datuak? ‘apakah
sudah pada tempatnya datuk?’(17) berisi muatan semantis secara halus untuk
meminta izin atau memberi tahu pada seluruh peserta yang hadir bahwa Pn dipercaya
untuk menyampaikan PMM sebagai wakil kelompoknya. Tindak tutur lai kolah manjadi tu datuak? ‘apakah
sudah pada tempatnya datuk?’yang biasanya disampaikan di awal pasambahan itu hanya ungkapan formalitas (basa-basi)
semata. Permintaan izin pada tindak tutur pada data (17) itu bermakna honorifik
(penghargaan) kepada seluruh peserta yang hadir dan kepada pihak Pt. Alasannya
adalah karena wakil yang sudah dipercaya oleh suatu kelompok (baik dari pihak
tuan rumah maupun dari pihak tamu) tidak pernah dipertanyakan lagi keabsahannya
oleh seluruh peserta tutur. Tindak tutur pada data (17) merupakan pernyataan Pn
yang selalu diutarakan pada setiap akhir sebuah pragmen dalam PMM. Tindak tutur
tersebut biasanya selalu dijawab dengan modus interogatif seperti pada data
(17), (18), (19), (20), (21), dan (22). Jika dicermati lebih seksama tindak
tutur pada data (17-22) sebenarnya tidak menghendaki jawaban (bertanya dalam
arti sesungguhnya), tetapi merupakan pernyataan penegas (proposisi) terhadap
pernyataan sebelumnya.
Modus interogatif
untuk proposisi terdapat pula pada tindak tutur Kan baitulah kato datuak tadi ‘begitukah kata datuk’ pada data (21)
dan Lah sampai datuak ‘Sudah
sampaikah maksud datuk’ pada data (19). Tindak tutur-tindak tutur modus
interogatif pada data (19) dan (21) tersebut hanya merupakan konstruksi penegas
yang biasanya juga tidak mendapatkan jawaban yang serius dari pihak Pt.
Tindak tutur tidak
langsung terdapat pula pada kalimat imperatif. Tipe kalimat imperatif
kadangkala tidak dimaksudkan untuk memerintah Pt melakukan sesuatu seperti pada
data berikut.
(23)
P2 Iyo
lakukanlah datuk
‘Ya,
lakukanlah datuk’
Jenis tindak tutur langsung Iyo
lakukanlah datuak ‘Ya, lakukanlah datuk’ merupakan tindak tutur bermodus
imperatif yang bermakna proposisi. Alasannya adalah karaena tindak tutur Iyo lakukanlah datuak ‘Ya, lakukanlah
datuk’ tersebut sewaktu-waktu dapat divariasikan dengan kalmat deklaratif
seperti pada tindak tutur Lah pado
tampeknyo tu mah datuak, rancak bana tu mah datuak ‘sudah pada tempatnya datuk, bagus benar
datuk’ atau tindak tutur ibaraik jangguik
pulang ka daguak mah datuak ‘ ibarat jenggut pulang ke dagu, datuk’.
Mengacu pada variasi data di atas, dapat dikatakan bahwa tindak tutur PMM di
Kota Madya Solok bukan suatu sistem yang tertutup (closed system), melainkan suatu sistem yang terbuka (opened
system). Dengan kalimat, dalam PMM masih dimungkinkan terjadinya variasi
leksikal (variasi ungkapan) untuk menyampaikan maksud dan fungsi yang sama.
Ketidaksesuaian
makna tindak tutur jenis Iyo lakukanlah
datuak ‘Ya, lakukanlah datuk’ dan tindak tutur Saba molah datuak samantaro ambo pulangkan kapado balau datuak, ‘Sabarlah
datuk sementara saya rundingkan dengan beliau datuk’ dengan konvensi sintaksis
tersebut dikatakan sebagai jenis tindak tutur tidak langsung. Ketidaklangsungan
yang demikian itu biasanya dimaksudkan pula untuk mengurangi unsur dominasi
peran antarsesama peserta tutur dalam PMM. Makna memerintah dalam PMM misalnya
dengan menggunakan modus deklaratif dan interogatif itu dimaksudkan pula untuk
mengurangi kesan pemaksaan dalam upaya menciptakan hubungan saling menghargai (mutually deference) antarpeserta tutur.
3. Kesimpulan
Untuk menentukan
jenis tindak tutur langsung dan tidak langsung dalam PMM di Kota Madya
Solok,mengacu kepada aspek-aspek makna kalimat; makna penutur, modus tindak
tutur PMM; kesesuaian modus tindak tutur dengan konvensi sintaksis; muatan
makna leksikal .
Muatan makna yang
terkadung dalam jenis tindak tutur langsung dan tidak langsung adalah
mengindikasikan makna kesetiakawanan dan dan keakraban. Selain itu, juga
mengindikasikan makna kesantunan berbahasa, keharmonisandan kinerja hubunngan
sosial masyarakat Minangkabau.
Daftar Pustaka
Bakar, Jamil dkk. 1976. ‘Sastra
Lisan Minangkabau: Tradisi Pasambahan Helat Perkawinan’. Laporan Penelitian
Bahasa dan Sastra Indonesia
dan Daerah Sumatra Barat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Padang.
Hakimy, Idrus. 1980. Pokok-pokok Pengetahuan Adat Alam
Minangkabau. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Kempson, Ruth M. 1984. Semantic Theory. London:
Cambridge University Press.
Levinson, Stephen C. 1983. Pragmatics. Cambridge:
Cambridge University Press.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa:
Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana
University Press.
Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar